LINGKARWILIS.COM – Eigendom Verponding adalah istilah yang berasal dari era penjajahan Belanda di Indonesia. Istilah ini merujuk pada hak kepemilikan individu atas sebidang tanah.
Kata eigendom merupakan terminologi dalam hukum perdata barat yang bermakna hak milik. Berasal dari bahasa Belanda, “eigen” berarti pribadi atau milik sendiri, dan “dom” berarti hak milik. Secara keseluruhan, eigendom berarti hak milik pribadi. Sementara verponding bisa diartikan harta tetap.
Status Eigendom Verponding
Pada masanya, status eigendom verponding mirip dengan Sertifikat Hak Milik (SHM), yang menjadi bukti tertinggi bagi seseorang atas kepemilikan tanah.
Baca Juga: Hasil PPDB SMAN 1 Kedungwaru Tulungagung Berujung Gugatan Hukum dari Warga Sekitar
Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, produk hukum agraria yang dibuat oleh Hindia Belanda ini sebenarnya masih diakui sebagai bukti kepemilikan tanah yang sah. Setidaknya hal ini berlangsung hingga sekitar tahun 1960-an.
Pemerintah Indonesia kala itu mulai menggeser Eigendom Verponding dan mewajibkan masyarakat untuk mengkonversi dengan hak kepemilikan yang sesuai dengan hukum Indonesia. Momen ini didasari dengan terbitnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada 24 September 1960.
Dengan terbitnya dasar UU ini, pemerintah memberikan waktu selama 20 tahun untuk mengkonversi sertifikat kepemilikan tanahnya dari Eigendom Verponding. Serhingga tenggat waktu ini berakhir pada September 1980 silam.
Meski demikian, tidak meratanya informasi yang disebarkan pada kala itu diduga menjadi penyebab masih banyak masyarakat yang belum mengubah sertifikat kepemilikannya.
Maka tidak mengherankan jika hingga saat ini masih banyak ditemukan tanah eigendom verponding di Indonesia.
Baca Juga: LSM Kediri Ancam Pidanakan Pokmas PTSL yang Memungut Biaya di Luar Aturan
Melihat statusnya saat ini, kepemilikan tanah eigendom atau tanah verponding sangat rentan terhadap penyerobotan atau sengketa oleh pihak lain, karena status hukumnya yang lemah.
Berbeda dengan tanah berstatus Hak Milik dengan bukti kepemilikan SHM, yang tidak bisa begitu saja diserobot oleh pihak lain.
Karena, tanah berstatus Hak Milik memiliki kedudukan hukum tertinggi atas hak kepemilikan tanah di Indonesia.
Oleh karena itu, jika Anda baru saja membeli tanah eigendom, sebaiknya segera mengurus perubahan status hak tanahnya.
Cara Mengurus Tanah Eigendom Verponding
Jika Anda memiliki tanah dengan status eigendom verponding, sudah sewajarnya untuk mengubahnya menjadi sesuai aturan yang berlaku saat ini secepatnya.
Perlu diingat, karena batas waktu perubahan status hak tanah tersebut telah berlalu, perubahan ini tidak bisa dilakukan melalui jalur konversi.
Pengajuan hak baru dapat dilakukan melalui kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau kantor pertanahan setempat dengan menyiapkan sejumlah dokumen yang menjadi persyaratan, seperti peta atau surat ukur tanah.
Selanjutnya, Anda harus membuat surat keterangan kepemilikan tanah tersebut di kantor desa atau kelurahan setempat. Anda juga memerlukan saksi yang diakui oleh BPN atau kantor pertanahan setempat.
Ketentuan ini dijelaskan rinci dalam PP No.24/1997 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
Lebih lanjut, proses perubahan tanah eigendom menjadi SHM dapat dilakukan jika pemohon masih merupakan pemilik atau pemegang hak atas tanah. Artinya, status hak tanah tersebut belum dialihkan kepada pihak lain.
Jenis-Jenis Hak Atas Tanah pada Zaman Belanda Selain Eigendom
Selain eigendom, pada zama kolonial juga mengenal sejumlah hak kepemilikan, seperti Hak Erfpacht, Hak Opstal, dan Hak Gebruik yang berlaku pada masa kolonial Belanda.
1. Hak Erfpacht
Hak Erfpacht adalah hak kebendaan di mana pemiliknya dapat memanfaatkan tanah atau lahan milik orang lain untuk tujuannya. Hak Erfpacht mirip dengan Hak Guna Usaha (HGU) yang ada saat ini.
2. Hak Opstal
Hak Opstal adalah hak yang diberikan kepada seseorang untuk mendirikan bangunan di atas tanah milik orang lain. Jenis hak ini mirip dengan Hak Guna Bangunan (HGB) yang diakui dalam hukum Indonesia.
3. Hak Gebruik
hak gebruik merupakan hak pakai, yaitu hak untuk menggunakan sebidang tanah pekarangan, di mana pemakainya hanya diperbolehkan mengambil hasil dari tanah tersebut sebanyak yang diperlukan untuk kebutuhan pribadi dan keluarganya.
Editor: Ahmad Bayu Giandika