Ponorogo, LINGKARWILIS.COM – Ribuan warga memadati ruas jalan utama di Ponorogo pada Sabtu (26/6/2026) sore untuk menyaksikan tradisi kirab pusaka menyambut datangnya 1 Suro atau Tahun Baru Islam.
Tiga pusaka peninggalan Prabu Bathara Katong—pendiri Ponorogo—diarak dalam prosesi sakral dari Kota Lama di Desa Setono, Kecamatan Jenangan menuju Pringgitan atau rumah dinas Bupati Ponorogo.
Ketiga pusaka tersebut adalah Payung Tunggul Wulung, Tombak Tunggul Nogo, dan Sabuk Angkin Cinde Puspita. Sebelum disimpan kembali, pusaka-pusaka tersebut dijamas (dimandikan) di depan Paseban Alun-Alun Ponorogo dengan air dari tujuh sumur yang dianggap keramat.
Tradisi ini juga menjadi simbol perpindahan pusat pemerintahan dari kawasan Setono ke kompleks Pemkab yang kini berjarak sekitar lima kilometer.
Baca juga : ASN di Kabupaten Kediri Difasilitasi Pemeriksaan Kesehatan Gratis, Upaya Menjaga Produktivitas Kerja
Kirab tahun ini semakin istimewa dengan kehadiran sejumlah kepala daerah, antara lain Bupati Nganjuk Marhaen Jumadi, Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono, Bupati Madiun Hari Wuryanto, Wali Kota Magelang Damar Prasetyono, serta anggota DPR RI Novita Wijayanti.
“Kami ingin menunjukkan kekayaan budaya Ponorogo, sekaligus memperkuat jejaring pariwisata antarwilayah,” kata Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko atau akrab disapa Kang Giri.
Kang Giri menjelaskan, masing-masing pusaka memiliki makna filosofis yang menjadi pedoman kepemimpinan:
-
Payung Tunggul Wulung melambangkan fungsi pemimpin sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. “Pemimpin harus menjadi payung yang meneduhkan dan melindungi rakyatnya,” ujarnya.
-
Tombak Tunggul Nogo menggambarkan ketegasan dan keberanian. Pemimpin, seperti tombak, harus siap berada di garis depan demi memperjuangkan kepentingan masyarakat.
-
Sabuk Angkin Cinde Puspita melambangkan pengendalian diri. Sabuk ini menjadi simbol bahwa seorang pemimpin harus mampu menahan hawa nafsu, menjauhi kesombongan dan kerakusan.
Usai prosesi penjamasan, ketiga pusaka disimpan kembali di Pringgitan. Sementara itu, air sisa jamasan diperebutkan warga karena dipercaya membawa berkah dan mampu menolak bala.***
Reporter: Sony Dwi Prastyo
Editor: Hadiyin