Blitar, LINGKARWILIS.COM – Kabupaten Blitar tak hanya menyuguhkan panorama alam yang memesona, tetapi juga menyimpan warisan sejarah yang kaya. Salah satu destinasi yang mencerminkan kejayaan masa lampau adalah Candi Penataran, candi terbesar di Jawa Timur yang berada di kaki Gunung Kelud, tepatnya di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok.
Berlokasi sekitar 12 kilometer di utara pusat Kota Blitar, Candi Penataran – yang juga dikenal sebagai Candi Palah – menjadi magnet wisata edukatif, terutama bagi pelajar yang memanfaatkan liburan sekolah untuk belajar sejarah secara langsung di lapangan.
Dibangun pada abad ke-12, Candi Penataran diyakini sebagai pusat pemujaan bagi raja-raja Hindu dari masa Kerajaan Kediri hingga Majapahit. Kompleks candi ini memikat perhatian karena keberadaan relief cerita epik Ramayana dan Krisnayana, termasuk penggambaran petualangan Rama dan Shinta yang terpahat apik pada dinding candi.
Baca juga : Persik Kediri Rekrut 7 Pemain Baru untuk Liga 1 2025/2026, Ini Daftarnya
Suasana di sekitar candi begitu sejuk dan asri, dikelilingi pepohonan rindang yang menambah kenyamanan bagi para pengunjung. Tak heran, kawasan ini ramai dikunjungi wisatawan, baik dari dalam maupun luar daerah, apalagi saat akhir pekan dan musim liburan.
Akses menuju situs ini terbilang mudah dan dapat dijangkau dengan kendaraan pribadi maupun bus pariwisata. Menariknya, pengunjung tidak dikenai tiket masuk secara resmi, melainkan cukup membayar biaya parkir.
Di sekitar area candi juga tersedia fasilitas penunjang seperti musala, tempat istirahat, area oleh-oleh khas Blitar, serta sebuah museum kecil yang menyimpan berbagai artefak dan peninggalan sejarah.
Baca juga : Bus Wisata Gratis, Cara Pemkab Kediri Promosikan Destinasi Unggulan
Banyak pengunjung yang menjadikan kunjungan ke Candi Penataran sebagai bagian dari paket wisata religi, terutama setelah berziarah ke Makam Bung Karno yang terletak di sisi selatan Kota Blitar. Kedekatan dua lokasi bersejarah ini menjadikan Blitar sebagai destinasi yang lengkap – menyuguhkan nilai spiritual, edukatif, dan kultural dalam satu perjalanan.***
Reporter: Aziz Wahyudi
Editor: Hadiyin