LINGKARWILIS.COM – Seiring berjalannya waktu, kasus judi online yang ada di Indonesia masih terus terjadi.
Meskipun bisa berdampak buruk pada perekonomian, tetap saja masih banyak pihak yang melakukan judi online untuk mengharapkan keuntungan dengan cepat.
Ada beberapa faktor yang bisa menjadi penyebabnya maraknya kasus judi online di Indonesia.
Dalam artikel ini kami akan membahas tentang beberapa faktor yang menjadi penyebab maraknya kasus judi online di Indonesia dan memberikan solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi kondisi ini.
Pemerintah Blokir 5,5 Juta Konten Judi Online Sepanjang 2024, Ini Infonya
Penyebab Maraknya Kasus Judi Online di Indonesia
1. Lemahnya Pengawasan Sosial
Dalam masyarakat yang berada di bawah sistem sekuler, perhatian terhadap standar halal dan haram cenderung diabaikan.
Selain itu, masyarakat juga cenderung bersifat individualistis, lebih fokus pada kepentingan pribadi, dan kurang peduli dengan urusan orang lain.
Prinsip yang dianut biasanya adalah tidak mencampuri urusan orang lain selama tidak mengganggu. Akibatnya, tradisi saling mengingatkan menjadi hilang.
Nilai-nilai amar ma’ruf nahi munkar tidak lagi diterapkan, sehingga pengawasan sosial menjadi lemah.
Dalam masyarakat sekuler, jika ada seseorang yang melakukan kemaksiatan, seperti berjudi, anggota masyarakat lainnya cenderung acuh tak acuh.
Mereka memandang bahwa tindakan tersebut adalah urusan pribadi yang hanya berdampak pada pelakunya, bukan pada masyarakat secara umum.
Kondisi ini membuat para pelaku perjudian merasa nyaman dan tidak menganggap perbuatannya sebagai sebuah masalah.
2. Lemahnya Penegakan Hukum
Dampak sekularisme tidak hanya dirasakan oleh masyarakat umum, tetapi juga oleh para elit politik yang berkuasa.
Sebagai contoh, di era Orde Baru tahun 1968, Indonesia pernah melegalkan perjudian togel (toto gelap) untuk meningkatkan pendapatan negara demi pembiayaan pembangunan nasional.
Namun, setelah mendapatkan banyak penolakan, pada tahun 1981, Pemerintah akhirnya menghentikan legalisasi togel.
Setelah penghentian itu, pada tahun 1986, pemerintah memperkenalkan program Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB) sebagai pengganti.
Tujuan dari program ini adalah untuk mengumpulkan dana bagi proyek sosial dan pembangunan.
Namun, SDSB yang sebenarnya adalah bentuk perjudian dengan kedok sumbangan, juga ditentang oleh masyarakat dan dihentikan pada tahun 1993.
Fakta ini menunjukkan bahwa kebijakan Pemerintah terhadap perjudian tidak didasarkan pada akidah atau syariah Islam, melainkan pada asas manfaat.
Jika hari ini perjudian dilarang, bukan tidak mungkin di masa depan akan kembali dilegalkan.
Di Indonesia, pelaku perjudian diatur dalam beberapa undang-undang, seperti Pasal 303 KUHP, UU No. 1/2023 (KUHP Baru) Pasal 426-427, dan UU ITE Pasal 27 Ayat (2).
Meski demikian, kasus perjudian tetap marak. Hal ini karena penegakan hukum tidak hanya soal sanksi, tetapi juga terkait budaya hukum masyarakat dan komitmen aparat hukum.
Dalam sistem sekuler, sanksi seringkali hanya menjadi formalitas tanpa pengawasan efektif.
Lebih buruk lagi, jika hukum disalahgunakan oleh aparat untuk keuntungan pribadi, termasuk menjadi pelindung para pelaku perjudian.
Terlibat Perjudian Togel, Pria 65 Tahun Diamankan di Desa Simo Tulungagung
3. Gagalnya Pengentasan Kemiskinan
Salah satu alasan utama masyarakat tergiur berjudi adalah karena kemiskinan. Sebanyak 80% pemain judi berasal dari kalangan menengah ke bawah.
Desakan kebutuhan ekonomi mendorong mereka mencari jalan pintas untuk mengubah nasib.
Sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di negara ini menyebabkan kekayaan hanya terpusat pada segelintir orang, sehingga kesenjangan ekonomi semakin melebar.
Orang kaya semakin kaya, sementara orang miskin semakin terpinggirkan. Hal ini membuat angka kemiskinan terus meningkat.
Upaya Pemerintah dalam memberantas perjudian seperti menabur garam di laut jika masalah utama, yaitu kemiskinan, belum terselesaikan.
Selama kemiskinan masih menjadi masalah besar, perjudian akan tetap menjadi pilihan bagi masyarakat yang mencari keberuntungan instan.
4. Rendahnya Ketakwaan Individu
Faktor utama maraknya perjudian berakar pada cara pandang sekuler-kapitalis yang diterapkan di Indonesia.
Dalam sistem sekuler, agama dipisahkan dari kehidupan, sehingga standar moral masyarakat tidak lagi didasarkan pada halal dan haram, tetapi pada manfaat.
Pandangan materialistis membuat kebahagiaan diukur dari kesenangan duniawi, bukan ridha Allah SWT.
Akibatnya, banyak orang yang menghalalkan segala cara demi meraih keuntungan materi, termasuk berjudi.
Penerapan sistem pendidikan sekuler semakin memperburuk kondisi ini. Masyarakat menjadi kurang memahami ajaran agama, termasuk mengenai perkara halal dan haram.
Sekularisme telah menurunkan tingkat ketakwaan individu, sehingga perjudian tidak lagi dipandang sebagai hal yang haram.
Untuk Cegah HMPV, Terapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat, Ini Pesan Kadinkes Kabupaten Kediri
Solusi untuk Mengatasi Maraknya Kasus Judi Online di Indonesia
1. Kolaborasi Industri dalam Membentuk Ekosistem Keuangan yang Sehat
Melansir dari laman Jalin, Laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan bahwa perputaran dana dari aktivitas perjudian online pada tahun 2023 mencapai Rp 327 triliun.
Selain itu, berdasarkan data dari Populix (2023), responden yang terlibat dalam perjudian online cenderung lebih memilih menggunakan e-wallet sebagai alat transaksi.
Fakta ini menegaskan bahwa pihak industri keuangan, termasuk penyedia e-wallet dan lembaga keuangan, memiliki kewajiban untuk membatasi akses finansial bagi aktivitas judi.
Kolaborasi antara pemerintah, Penyedia Jasa Pembayaran (PJP), Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran (PIP), asosiasi, serta seluruh pihak terkait diperlukan untuk meningkatkan literasi keuangan, mendukung regulasi yang ketat, dan memastikan terciptanya ekosistem keuangan digital yang aman dan kondusif.
2. Meningkatkan Literasi Keuangan
Pemahaman yang baik tentang literasi keuangan dapat membantu masyarakat mengenali risiko sekaligus manfaat dari pengelolaan keuangan pribadi.
Dengan literasi keuangan yang memadai, masyarakat lebih mampu membuat keputusan finansial secara bijak dan menghindari godaan untuk mencari jalan pintas.
Oleh karena itu, edukasi tentang pengelolaan keuangan, investasi, dan pengelolaan utang perlu diperluas guna meningkatkan kesadaran terhadap berbagai risiko yang mungkin dihadapi.
3. Mendorong Komitmen dari Penyedia Platform Media Sosial
Platform media sosial memegang peran penting dalam mengatur dan membatasi penyebaran konten terkait judi online.
Perusahaan teknologi perlu memperketat kebijakan komunitas mereka dan meningkatkan pengawasan terhadap konten yang melanggar aturan.
Langkah ini meliputi upaya mencegah promosi judi online serta memastikan bahwa konten tersebut tidak mudah diakses, khususnya oleh anak-anak dan remaja.
4. Partisipasi Masyarakat dan Dukungan Orang Terdekat
Masyarakat dapat memanfaatkan berbagai saluran untuk melaporkan konten yang terkait dengan judi.
Selain itu, dukungan dari keluarga dan orang terdekat sangat diperlukan untuk membantu individu yang berpotensi terjebak dalam praktik perjudian online.
Meskipun berbagai langkah telah diambil, pemberantasan judi dan pinjaman online ilegal masih menghadapi berbagai tantangan, terutama terkait masalah ekonomi mendasar.
Ketersediaan lapangan kerja, akses pendidikan yang merata, serta perbaikan sistem jaminan sosial menjadi aspek penting yang harus mendapat perhatian untuk mengatasi akar permasalahan.
Dengan adanya kolaborasi antara pemerintah, sektor industri, dan masyarakat, diharapkan pemberantasan judi online dapat berjalan lebih efektif, mendukung terciptanya masyarakat digital yang sehat secara finansial.
Penulis: Rafika Pungki Wilujeng
Editor: Shadinta Aulia Sanjaya