Daerah  

Ratusan Warga Kediri Menanti Tradisi Pladu Menyusul Flushing di Waduk Wlingi dan Lodoyo Blitar

Ratusan Warga Kediri Menanti Tradisi Pladu Menyusul Flushing di Waduk Wlingi dan Lodoyo Blitar
Suparni, warga asli Mojoroto menanti pladu (bidu)

Kediri, LINGKARWILIS.COM – Tradisi pladu atau mencari ikan mabuk akibat penggelontoran air atau flushing di Waduk Wlingi dan Lodoyo Blitar yang dilakukan Senin (20/5/2024) siang sudah ditunggu ratusan atau bahkan ribuan warga Kota dan Kabupaten Kediri.

Mereka sudah terlihat memenuhi bibir Sungai Brantas sejak sore hari dengan menyiapkan peralatan masing-masing terutama jaring dengan berbagai ukuran.

Selain jaring, terlihat juga banyak diantara mereka yang membawa peralatan tangkap sederhana seperti serok dan ember. Mereka berharap bisa mendapatkan ikan segar yang melimpah.

Baca juga : Lapas Kelas II A Kediri Gelar Upacara Harkitnas ke-116, Tema yang Disusung “Bangkit untuk Indonesia Emas”

Suparni, warga Mojoroto, Kota Kediri, adalah salah satu warga yang setiap tahun tidak pernah absen mengikuti tradisi ini.

“Bagi saya, pladu bukan sekadar menangkap ikan, Ini adalah wisata yang mengasyikkan, ikan yang kami dapatkan juga bukan hanya untuk dikonsumsi keluarga sendiri namun juga untuk tetangga atau dijual,”ujarnya.

“Kegiatan ini juga mengingatkan saya pada masa kecil,”sambungnya.

Baca juga : SIWO PWI Kediri Raya Siapkan Atlet untuk PORWANAS 2024 di Kalsel

Untuk diketahui, tradisi pladu atau mencari ikan mabuk di Sungai Brantas adalah kegiatan tahunan yang sangat dinantikan oleh warga. Ikan-ikan di sungai yang mabuk lebih mudah ditangkap.

Aliran Sungai Brantas yang terkena dampak flushing ini melintasi tiga kota, Blitar, Tulungagung dan Kediri.

Flushing ini berfungsi untuk membersihkan waduk dari endapan lumpur dan sampah yang bisa mengganggu fungsi waduk dan kualitas airnya.

Namun, flushing ini juga mengakibatkan penambahan volume debit air sungai, yang berdampak pada meningkatnya arus Sungai Brantas.

Penambahan volume debit air sungai, arus Sungai Brantas akan menjadi lebih deras dan membawa banyak kotoran serta lumpur. Hal ini meningkatkan risiko bahaya bagi warga yang melakukan aktivitas di sekitar sungai.

Tradisi ini tidak hanya menjadi momen untuk mendapatkan ikan segar, tetapi juga sebagai ajang kebersamaan dan pelestarian warisan budaya lokal. Namun, penting bagi warga untuk selalu waspada dan berhati-hati demi keselamatan bersama selama berlangsungnya kegiatan ini.***

Reporter : Agus Sulistyo Budi
Editor : Hadiyin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *