Pada musyawarah ketiga di Desa Simo, jelas Linanda, pihaknya sudah menyampaikan jika akan menunggu keputusan para warga selama 14 hari kedepan.
Apabila ada masyarakat yang mengajukan keberatan ke pengadilan, pihaknya akan mengikuti semua prosesnya termasuk jika sudah masuk ke persidangan.
Namun jika tidak ada masyarakat yang melangkah ke persidangan untuk mengajukan gugatan dan masyarakat juga belum menandatangani persetujuan ganti rugi.
“Apapun yang terjadi, proyek harus tetap berjalan karena tanah ini dibutuhkan oleh negara. Jadi langkah terakhir merupakan eksekusi,” jelasnya.
Disinggung terkait permasalahan serupa di luar Tulungagung, Linanda menyebut jika di Kota Kediri juga ada satu kasus serupa dan hanya satu bidang yang menolak.
Bahkan pemilik lahan tersebut juga sudah mengajukan gugatan ke pengadilan yang mana saat ini sudah masuk proses persidangan.
Timbulnya pergolakan ini sebenarnya terjadi karena kesalahpahaman yang terjadi pada kalangan masyarakat terhadap pelaksanaan pembangunan tol tersebut.
Itu karena masyarakat beranggapan jika pembangunan tol ini atas kepentingan pihak swasta, sehingga banyak warga menganggap dapat nilai tinggi.
Sistem KPBU ini, ungkap Linanda, secara teknis pihak swasta yang dalam hal ini merupakan PT. Gudang Garam membiayai terlebih dahulu pembangunan tol tersebut.
Namun, semua biaya itu nantinya akan diganti oleh negara melalui proses konsesi yang akan berlangsung selama 50 tahun.
Saat tol tersebut sudah selesai dibangun, nantinya proses pengelolaannya akan dilakukan oleh badan usaha atau pihak ketiga yakni PT. Surya Kerta Agung Tol.
Maka dari itu pihaknya menegaskan jika proyek ini merupakan proyek Negara, dan pembangunan juga menggunakan uang negara.
“Jadi, uangnya dari pemrakarsa dulu. Nanti uang itu akan diganti semuanya oleh negara melalui konsesi selama 50 tahun. Istilahnya, proyek ini ditalangi dulu oleh PT. Gudang Garam,” pungkasnya.***
Reporter : Mochammad Sholeh Sirri