Pedagang Jual Sapi Sakit Diduga Jadi Penyebab PMK di Nganjuk

Pedagang Jual Sapi Sakit Diduga Jadi Penyebab PMK di Nganjuk
Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Kabupaten Nganjuk
Nganjuk, LINGKARWILIS.COM – Siti Farida, Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Kabupaten Nganjuk, mengungkapkan salah satu penyebab merebaknya wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Nganjuk adalah praktek pedagang nakal yang menjual sapi dalam kondisi sakit.

Menurut Farida, peternak yang khawatir ternaknya mati cenderung menjual hewan yang sedang sakit dengan harga murah kepada pedagang sapi di pasar.

Pedagang kemudian mengobati sapi-sapi tersebut agar tampak sehat, dan setelah masa penyembuhan, sapi dijual kepada pembeli. Akibatnya, meski tidak lagi menunjukkan gejala klinis, sapi tersebut tetap membawa virus dan menularkannya kepada ternak lain setelah dibawa pulang oleh pembeli.

Baca juga : Ketua Bawaslu Kota Kediri Bangkitkan Semangat Bermusik, Bentuk Band Pelestari Koes Plus

“Sapi yang sakit dijual, karena peternak khawatir jika ternaknya mati. Kemudian sapi tersebut dibawa ke pasar, dibeli oleh pedagang yang mengobatinya. Setelah itu, sapi-sapi yang sudah sembuh secara klinis dijual kepada masyarakat, meski belum sembuh total dan akhirnya menular pada ternak lain,” kata Farida pada Rabu (8/1/2025).

Farida juga mengungkapkan kesulitan dalam mencegah penyebaran PMK, mengingat terbatasnya kewenangan yang dimiliki Dinas Pertanian terkait dengan perdagangan ternak.

Menurutnya, pengaturan lalu lintas ternak adalah tanggung jawab Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), sehingga Dinas Pertanian tidak memiliki wewenang untuk menghentikan atau memantau peredaran ternak.

Baca juga : KPU Kabupaten Kediri Gelar Malam Apresiasi Pilkada Damai 2024, Sampaikan Terima Kasih Pada Semua Pihak

“Untuk mencegah peredaran ternak, kami tidak memiliki kewenangan. Pengaturan lalu lintas ternak ada di Disperindag, sementara kami tidak memiliki pos-pos pemantauan kesehatan hewan,” jelas Farida.

Meski begitu, Farida menambahkan bahwa pihaknya dapat memantau ternak yang datang dari luar provinsi, karena setiap hewan yang dibawa masuk ke Jawa Timur wajib menyertakan surat kesehatan hewan.

“Untuk lalu lintas antar-provinsi, kami bisa mengendalikan karena setiap ternak harus membawa surat kesehatan hewan. Namun, untuk peredaran ternak lokal, kami kesulitan untuk mengendalikannya,” tambahnya.

Kasus PMK ini tidak hanya terjadi di Nganjuk, tetapi juga merebak di sejumlah daerah lainnya sejak bulan Oktober 2024. Farida juga mencatat bahwa faktor cuaca, khususnya musim penghujan, turut memperburuk penyebaran wabah PMK.

“Selain karena adanya ternak baru yang masuk ke wilayah ini, musim penghujan juga menjadi faktor yang memperburuk penyebaran PMK,” pungkas Farida.***

Reporter : Inna Dewi Fatimah

Editor : Hadiyin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *