Nganjuk, LINGKARWILIS.COM — Wisatawan yang ingin mengunjungi Jolotundo Glamping dan Edupark di Nganjuk harus ekstra hati-hati, mengingat kondisi jalan utama yang menghubungkan lokasi wisata tersebut rusak parah dan berdebu.
Jalan utama yang melewati Desa Karangsono ini mengalami kerusakan total sepanjang lebih dari 3 kilometer, terbagi dalam beberapa titik yang cukup memprihatinkan. Jalur ini menjadi rute utama yang dilalui wisatawan menuju Dusun Plakat, Desa Bajulan, Kecamatan Loceret, tempat Jolotundo berada.
Meski terdapat jalur alternatif, rute tersebut dianggap lebih jauh dan kurang praktis bagi pengendara. Kerusakan jalan ini diduga besar dipengaruhi oleh aktivitas tambang galian yang beroperasi di sekitar Desa Karangsono, dengan truk-truk pengangkut material tambang yang sering melintas menjadi penyebab utama kerusakan jalan.
Baca juga : Fatayat NU Kediri Tampilkan Kreasi Fashion Show Batik di Pelantikan Ketua Baru
“Sudah lama rusak, gara-gara truk galian itu, malah sebelum adanya wisata baru di sini,” ungkap Sapto (50), warga setempat, sambil menunjukkan jalur alternatif yang lebih panjang.
Pantauan di lokasi menunjukkan jalan yang rusak parah dengan lubang-lubang besar dan permukaan yang tidak rata, memaksa pengendara untuk berhati-hati. Lebarnya jalan yang sempit juga memperburuk lalu lintas, terutama saat harus berpapasan dengan kendaraan besar seperti truk tambang dan dump truck pengangkut tanah.
Sebagian warga dan pengendara terpaksa melaju dengan kecepatan rendah demi menghindari kecelakaan atau kerusakan kendaraan. Kondisi jalan yang buruk turut berdampak pada perekonomian masyarakat sekitar, dengan sejumlah warung dan tempat wisata yang terlihat tutup. Hanya beberapa warung sederhana yang masih buka, namun dalam keadaan sepi pengunjung.
Baca juga : Solidkan Barisan, IKA-PMII Kediri Raya Gelar Muscab IV dan Harlah ke-65 di Graha PMII
Meski ada beberapa perbaikan yang telah dilakukan, seperti pengecoran di beberapa titik, pengerjaan tersebut terkesan belum selesai dan belum memberikan dampak yang signifikan terhadap perbaikan jalan secara keseluruhan.
Namun, begitu memasuki kawasan wisata Bajulan, kondisi jalan langsung berubah mulus, menyambut wisatawan dengan pemandangan alam yang memukau, seperti bukit, sawah terasering, sungai jernih, dan udara yang sejuk.
Tambang galian C di wilayah tersebut, yang dikelola oleh pihak swasta, telah beroperasi selama tiga tahun dan merupakan faktor utama kerusakan jalan tersebut, jauh sebelum Jolotundo menjadi populer sebagai destinasi wisata.
“Ya, jalannya jadi rusak dan berdebu seperti ini,” pungkas Sapto.***
Reporter : Inna Dewi Fatima
Editor : Hadiyin