Kediri, LINGKARWILIS.COM – Konflik terkait lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PT Mangli Dian Persada memanas. Sejumlah petani yang tergabung dalam Paguyuban Tani Puncu Makmur (PTPM) menyesalkan tindakan Pemerintah Desa (Pemdes) Puncu yang mengklaim lahan tersebut sebagai fasilitas sosial dan umum (fasos-fasum).
Puncak ketegangan terjadi pada Sabtu (7/12/2024), ketika Pemdes Puncu melakukan kerja bakti dan pemasangan patok untuk mengamankan aset desa di lahan eks HGU petak 35-36. Padahal, menurut Sunarto, perwakilan PTPM, para petani telah lebih dulu membersihkan lahan tersebut yang sebelumnya penuh semak belukar.
Sunarto mengungkapkan bahwa lahan tersebut seharusnya bisa dimanfaatkan petani untuk mendukung kebutuhan ekonomi sehari-hari. Ia menegaskan bahwa lahan eks HGU itu kembali ke pemerintah setelah masa haknya habis pada 2020, sehingga program reforma agraria seharusnya menjadi acuan pengelolaan.
Baca juga : Jenguk Korban Selamat Kasus Pembunuhan di Ngancar, Bupati Kediri Mas Dhito Jamin Kehidupannya
“Kami mengacu pada aturan pemerintah bahwa reforma agraria masih berlangsung. Tapi, tiba-tiba desa mengklaimnya sebagai fasos atau fasum tanpa ada sosialisasi kepada kami,” ujar Sunarto, Minggu (8/12/2024).
Ia juga menyoroti dasar klaim desa yang menggunakan peta dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Menurutnya, petani memiliki bukti lain berupa sertifikat yang menunjukkan keberadaan petak fasos tertentu di area tanaman cengkeh milik desa, sehingga klaim desa terhadap lahan eks HGU dianggap tidak berdasar.
Kepala Desa Puncu, Hengky Setiawan, menjelaskan bahwa klaim fasos dan fasum didasarkan pada peta yang diberikan BPN Kabupaten Kediri melalui Satgas Reforma Agraria. Pemasangan patok dilakukan untuk menggantikan banner pemberitahuan sebelumnya yang hilang.
“Ini bagian dari sosialisasi dan langkah pengamanan aset desa sesuai data yang kami terima dari BPN,” tegas Hengky.
Ia juga menyatakan bahwa Pemdes hanya bertindak berdasarkan dokumen resmi dan tidak akan melakukan klaim tanpa dasar yang kuat.
Meski demikian, PTPM menolak klaim desa dan menilai belum ada bukti kuat yang menunjukkan status lahan tersebut sebagai fasos atau fasum. Mereka mempertanyakan alasan Pemdes memasang patok tanpa dialog atau pemberitahuan terlebih dahulu.
Hingga kini, sengketa tersebut belum menemukan penyelesaian yang jelas, dengan kedua pihak saling mempertahankan argumentasi mereka.***
Reporter: Rizky Rusdiyanto
Editor: Yudha Wijaya