Ponorogo, LINGKARWILIS.COM – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Ponorogo mencatat 60 kejadian tanah longsor yang terjadi dalam dua bulan terakhir. Peristiwa ini tersebar di wilayah-wilayah rawan bencana, seperti Pulung, Ngebel, Ngrayun, Sooko, dan sekitarnya. Tingginya curah hujan menjadi pemicu utama longsoran.
“Selama Oktober hingga awal November, kami mencatat 60 laporan longsor, mulai dari skala kecil hingga besar,” ungkap Kalaksa BPBD Ponorogo, Masun, Sabtu (9/12/2024).
Dari semua laporan, longsor paling parah terjadi di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, pada akhir November 2024. Kejadian tersebut memutus akses jalan penghubung antar dua desa dan mengancam 11 keluarga, enam di antaranya berada di area paling berisiko atau dikenal sebagai mahkota longsoran.
Selain itu, longsor besar juga terjadi di Dusun Sekodok, Kecamatan Ngebel. “Dua kejadian besar ini menjadi perhatian serius kami. Terutama di Banaran, karena dampaknya sangat signifikan,” jelas Masun.
Baca juga : Gotong Royong Bersih-Bersih Sumber Air di Kota Kediri Jadi Prioritas Saat Musim Hujan
Menurut Masun, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah memprediksi bahwa Desa Banaran adalah wilayah rawan longsor, meski belum masuk kategori darurat. Arah longsoran yang terjadi sesuai dengan prediksi PVMBG, yakni menuju sungai. Namun, material longsor yang menutup sungai menyebabkan aliran air tersendat, meningkatkan risiko banjir saat hujan deras.
“Tim sudah kami terjunkan untuk melakukan normalisasi sungai agar aliran air kembali lancar,” tambahnya.
Meski intensitas hujan mulai menurun, BPBD Ponorogo mengingatkan masyarakat di kawasan rawan longsor untuk tetap waspada. Masun meminta warga segera mengungsi jika kondisi hujan deras dianggap berbahaya, serta melaporkan kejadian longsor secepatnya.
“Kewaspadaan sangat penting. Jika situasi mendesak, segera mengungsi demi keselamatan,” tegasnya.***
Reporter: Sony Dwi Prastyo
Editor: Hadiyin