LINGKARWILIS.COM – Film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI atau dikenal juga sebagai Pengkhianatan G30S PKI merupakan sebuah dokumentasi drama propaganda Indonesia yang sebelumnya dirilis tahun 1984.
Disutradarai dan ditulis Arifin C. Noer serta diproduseri G. Dwipayana, Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI ini dahulu menjadi film yang wajib ditonton di era Soeharto.
Film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI didasarkan pada narasi resmi pemerintah terkait peristiwa “Gerakan 30 September” atas percobaan kudeta pada tahun 1965 yang disusun Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh.
Dalam peristiwa tersebut Partai Komunis Indonesia (PKI) digambarkan sebagai dalang di balik kudeta tersebut.
Film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI yang berdurasi 4 jam 31 menit terangkum begitu lengkap dengan menampilkan situasi sebelum dan sesudah kudeta terjadi.
Memahami Sejarah Peristiwa G30S PKI, Tragedi Pembantaian Sadis di Indonesia!
Sinopsis Film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI
Saat itu Indonesia dalam keadaan ekonomi yang kacau, masyarakat hidup dalam kemiskinan sementara para elit menonjolkan kekayaan mereka sehingga para rakyat melihat hal itu sebagai sebuah ketimpangan.
Pada masa kacau ini, Presiden Soekarno (Umar Kayam) sedang dalam kondisi sakit parah dan hampir wafat.
Sementara di sisi lain, kebijakan politiknya Nasakom (nasionalisme, agama, dan komunisme) telah menyebabkan pertumbuhan signifikan pada anggota PKI.
Partai yang pernah mencoba kudeta pada tahun 1948 ini mulai melakukan pembunuhan di berbagai wilayah.
Partai tersebut juga berhasil mempengaruhi Presiden yang kondisinya semakin lemah.
Dengan memanfaatkan dokumen palsu bernama Gilchrist, mereka menyebarkan isu bahwa Dewan Jenderal merencanakan kudeta setelah Soekarno wafat.
Aidit (Syubah Asa), Syam, dan pimpinan PKI lainnya merencanakan untuk menggunakan isu ini sebagai alasan bagi kudeta mereka sendiri.
Anggota PKI, didukung oleh beberapa prajurit dan perwira Angkatan Udara, mengumpulkan kekuatan untuk melaksanakan rencana mereka, yang mencakup penculikan tujuh jenderal.
Pada malam 30 September-1 Oktober, tujuh tim dikerahkan untuk menculik sejumlah jenderal yang diduga terlibat.
Jenderal Abdul Haris Nasution (Rudy Sukma) berhasil melarikan diri, namun putrinya, Ade Irma Suryani Nasution (Keke Tumbuan) tewas tertembak.
Atase militer Pierre Tendean (Wawan Wanisar), yang keluar dengan membawa pistol, mengaku sebagai Nasution dan ditangkap.
Jenderal Ahmad Yani yang pada saat itu melawan, tewas di rumahnya, dan Mayor Jenderal MT Haryono juga tewas.
Kepala Jaksa Militer Sutoyo Siswomiharjo, Mayjen Siswondo Parman, dan Letjen Suprapto ditangkap, sementara Brigjen DI Pandjaitan yang menyerah dibunuh saat ia berdoa.
Para korban dibawa ke kamp G30S/PKI yang berada di Lubang Buaya, di mana mereka disiksa dan dibunuh, lalu mayat mereka dilemparkan ke dalam sumur.
Pada pagi harinya, Letnan Kolonel Untung dan anak buahnya menguasai kantor RRI.
Ia menyiarkan pidato yang mengklaim bahwa G30S telah menggagalkan kudeta Dewan Jenderal dan membentuk “Dewan Revolusi”.
Usaha untuk mengamankan Soekarno di istana gagal karena presiden telah meninggalkan lokasi.
Saat di pangkalan Halim, Soekarno bertemu dengan pemimpin G30S dan menyatakan bahwa ia akan mengendalikan Angkatan Darat.
Sebuah pidato radio lain kemudian mengumumkan pembentukan Dewan Revolusi dan perubahan dalam hierarki Angkatan Darat.
Sementara para pemimpin G30S mulai merencanakan pelarian mereka sebelum tengah malam.
Soeharto (Amoroso Katamsi) yang bangun di pagi buta, segera menolak klaim yang disampaikan Untung.
Ia menyatakan bahwa tidak ada Dewan Jenderal, kemudian ia mengambil kendali sementara Angkatan Darat setelah Ahmad Yani tewas.
Soeharto menghindari konfrontasi langsung dan memilih menyampaikan pidato lewat radio.
Ia mengutuk G30S sebagai kontra-revolusioner dan menyatakan bahwa Angkatan Darat akan menangani kudeta ini.
Kemudian beberapa pemimpin kudeta melarikan diri, sementara pasukan Soeharto merebut kembali pangkalan udara Halim.
Tidak berselang lama, markas G30S/PKI diserang dan terdapat perlawanan dari tentara PKI. Sementara pimpinan partai berhasil melarikan diri hingga merencanakan perlawanan bawah tanah.
Setelah peristiwa tersebut terjadi, Soeharto dipanggil ke istana di Bogor untuk bertemu dengan Soekarno.
Dalam pertemuan ini, Soekarno menyatakan bahwa Marsekal Udara Omar Dani menjamin Angkatan Udara tidak terlibat, namun Soeharto membantahnya.
Soeharto menunjukkan bahwa senjata yang digunakan kudeta mirip dengan milik Angkatan Udara.
Akhirnya, Soeharto diangkat sebagai pimpinan Angkatan Darat bersama Pranoto Reksosamodra.
Ketika Angkatan Darat menyelidiki kejadian ini, mereka menemukan kamp Lubang Buaya dan mayat para jenderal.
Soeharto kemudian menyampaikan pidato yang menggambarkan kudeta tersebut serta peran PKI, sebelum jenazah para jenderal dimakamkan secara terhormat.
Dalam pidatonya, Soeharto mengutuk G30S/PKI dan mengajak rakyat untuk melanjutkan perjuangan para jenderal yang gugur dalam peristiwa tersebut.
Link Film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI
Kisah sejarah yang dijadikan dalam film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI ini, hingga saat ini masih terus diingat dan dikenang oleh masyarakat Indonesia.
Penulis: Rafika Pungki Wilujeng
Editor: Shadinta Aulia Sanjaya