Para Emak-Emak Desa Kemirigede, Blitar, Angkat Potensi Wisata Lewat Karya Batik

Para Emak-Emak Desa Kemirigede Angkat Potensi Wisata Lewat Karya Batik
Mujiati dan para ibu lain ketika membatik. (Aziz)

Blitar, LINGKARWILIS.COM – Kreativitas warga Desa Kemirigede, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar, patut diacungi jempol. Melalui karya batik tulis dan ciprat, para emak-emak di desa ini berhasil mempromosikan potensi wisata lokal sekaligus mendongkrak perekonomian mereka. Bahkan, hasil karya mereka kini dipasarkan hingga ke Kalimantan dan Bali, dengan omzet mencapai Rp 25 juta per bulan.

Inspirasi utama para ibu-ibu pembatik berasal dari Taman Ayu Gogoniti, sebuah destinasi wisata alam yang populer di Kecamatan Kesamben. Hutan pinus yang menjadi daya tarik taman ini mereka tuangkan dalam motif batik bunga pinus.

“Kami ingin memperkenalkan kekayaan alam sekaligus mempromosikan wisata desa,” ujar Mujiati, salah satu pembatik sekaligus penggerak usaha tersebut.

Baca juga : KPU Kabupaten Kediri Gelar Sholawat untuk Wujudkan Pilkada Damai 2024

Mujiati bersama sembilan perempuan lainnya memulai usaha ini pada 2020, saat pandemi COVID-19 memaksa banyak perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja. Situasi sulit itu memotivasi mereka untuk memanfaatkan pelatihan membatik yang diadakan pemerintah desa. Bermodal patungan, mereka mulai membeli bahan seperti kain, malam, dan pewarna untuk memproduksi batik.

Setiap hari, mereka mampu menghasilkan hingga 10 lembar kain batik dengan harga jual rata-rata Rp 200 ribu per lembar. Proses pengerjaan dibagi sesuai tugas, mulai dari membatik, membilas, hingga pemasaran yang sebagian besar dilakukan melalui media sosial.

“Kami punya dua perempuan muda yang fokus pada pemasaran online,” tambah Mujiati.

Baca juga : Doa Bersama Lintas Agama, Upaya Ciptakan Pemilu Damai di Kabupaten Kediri

Selain motif bunga pinus, mereka juga mengangkat motif khas Kabupaten Blitar, seperti Cakrapalah, yang turut menjadi ikon batik daerah. Peminat batik ini datang dari berbagai wilayah, termasuk Malang, Surabaya, Kalimantan, dan Bali.

Namun, tantangan utama dalam produksi adalah ketergantungan pada cuaca. Proses pengeringan kain masih bergantung pada sinar matahari. “Musim hujan menjadi kendala besar, karena jika kain terkena gerimis sedikit saja, produk langsung rusak,” jelas Mujiati.

Meski begitu, usaha batik ini menjadi bukti nyata bagaimana kreativitas dan kerja keras mampu mengubah tantangan menjadi peluang. Selain menambah penghasilan, karya mereka juga membawa nama Desa Kemirigede semakin dikenal luas.***

Reporter : Aziz Wahyudi
Editor : Hadiyin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *