Daerah  

Sebanyak Empat Santriwati Korban Pencabulan Pengasuh Ponpes di Trenggalek Alami Trauma,  Ada yang Langsung Minta Pindah Sekolah

Sebanyak Empat Santriwati Korban Pencabulan Pengasuh Ponpes di Trenggalek Alami Trauma, Ada yang Langsung Minta Pindah Sekolah
Plt Kepala Dinas Sosial Trenggalek Saeroni saat dikonfirmasi (angga)
Trenggalek, LINGKARWILIS.COM –  Dinas Sosial (Dinsos) Trenggalek mengabarkan sebanyak empat anak korban pencabulan dua pengasuh pondok pesantren (Ponpes) di Trenggalek alami trauma.
Sehingga Dinsos melakukan pendampingan dari berbagai sisi untuk memulihkan trauma para korban yang semuanya masih di bawah umur.

“Dengan pendampingan diharapkan para korban dapat kembali beraktivitas seperti biasa,” kata PLT Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Trenggalek, Saeroni, Senin (18/3).

Baca juga : Pemkot Kediri Gelar Operasi Pasar Beras Premium, Termasuk Gula, Minyak Goreng dan Telur, Harga di Bawah  Pasar

Proses pendampingan dilakukan secara komprehensif, mulai dari kesehatan fisik hingga pemulihan psikologi korban.

Dalam kasus ini pihaknya juga telah menunjuk seorang penasihat hukum untuk melakukan pendampingan hukum terhadap para korban mulai dari pemeriksaan awal hingga ke persidangan.

“Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban kekerasan adalah penanganan yang cepat, termasuk rehabilitasi secara fisik, psikis dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan lainnya,” imbuhnya.

Secara detail, Saeroni belum dapat menggambarkan kondisi psikologis para korban pelecehan seksual itu.

Namun dari informasi awal yang dia terima, para korban mengalami trauma. Mereka rata-rata takut untuk kembali belajar di ponpes itu.

“Sempat ada yang trauma tetapi sekarang kondisinya sudah baik. Sedangkan untuk proses pembelajaran, saat ini keempat korban tersebut ada yang meminta pindah sekolah ada juga yang masih belajar secara daring,” ujarnya.

Permintaan itu dilakukan lantaran para korban mengalami trauma.

Apalagi dugaan tindakan pelecehan itu dilakukan oleh dua pengasuh ponpes yang merupakan seorang pemilik pondok beserta anaknya.

Kondisi itulah yang ditengarai menjadi latar belakang para korban takut kembali belajar di ponpes tersebut.

“Pada tahap awal proses pendampingan adalah memastikan para korban tetap mendapatkan hak untuk mengakses pendidikan sehingga mereka tidak merasa terintimidasi di sekolah atau situasi yang membuat mereka trauma mereka lebih dalam,” pungkasnya.

Sebelumnya kasus itu mencuat berawal dari curhatan orang tua korban saat petugas dinas sosial melakukan sosialisasi.

Curhatan berbuah laporan polisi itu mengakhiri petualangan tindakan pelecehan seksual terhadap dua pengasuh ponpes itu yang ditengarai berlangsung sejak kurun waktu 2021 hingga 2024.

Saat ini kedua pengasuh ponpes di wilayah Kecamatan Karangan berinisial M (72) dan anaknya F (37) itu sudah menyandang status tersangka dan ditahan pihak kepolisian.

Dalam kasus itu ditengarai korban pelecehan kedua pengasuh ponpes itu mencapai belasan santri. Ada empat santri yang sudah melapor ke polisi dari 12 santri yang diduga menjadi korban.***

Reporter  : Angga Prasetya

Editor      : Hadiyin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *