LINGKARWILIS.COM – Baru saja rilis pada 22 Februari, kurang dari 10 hari film Exhuma berhasil mencapai puncak Box Office Korea dengan 5 juta penonton di bioskop. Garapan Jang Jae Hyun ini juga disebut memecahkan pencapaian film hit box office “12.12 Day:The Day”.
Film Exhuma menceritakan praktik okultisme (ilmu sihir) yang menegangkan. Bermula dari keluarga kaya di Los Angeles meminta bantuan dua dukun muda untuk menyelamatkan bayinya, tetapi ternyata banyak hal aneh yang ditemui.
Diperankan aktor papan atas Korea Selatan, chemistry yang diciptakan Kim Go Eun dan Lee Do Hyun sebagai dukun muda pengusir roh jahat begitu nyata, sehingga film Exhuma terlihat hidup dan penonton hanyut dalam setiap cerita.
Menariknya, Jang Jae Hyun tidak terlalu banyak membungkus film Exhuma dengan jumpscare dan mahluk halus yang menakutkan.
Meski begitu, film ini tetap menghadirkan ketegangan di setiap adegan dengan alur cerita, karakter, dan backsound yang saling berkesinambungan satu sama lain.
Selain itu, secara tidak langsung film ini menunjukan bahwa praktik dukun di Korea Selatan masih eksis di era modern. Tapi apakah benar hal mistis masih dipercaya masyakarat Negeri Ginseng?
Praktik Dukun (Shamanisme) di Korea Selatan
Hadirnya dunia perdukunan di Korea bermula dari kepercayaan Shamanisme yang berkembang pada masa Neolitikum atau prasejarah.
Dilansir dari Asia Society, kaum neolitik dengan kepercayaan animisme percaya bahwa setiap benda memiliki jiwa, begitu pula dengan manusia yang jiwanya tidak pernah mati.
Sehingga pada masa itu mereka melakukan berbagai macam ritual “gut” untuk menyembah leluhur atau dewa langit. Seperti persembahan rasa syukur pada dewa atas hasil panen yang diperoleh.
Ritual “gut” yang dilakukan dukun (shaman) tidak hanya itu saja. Melalui para shaman juga bisa meminta petunjuk soal kesehatan, pernikahan, perjalanan hidup atau untuk pengusiran roh jahat.
Namun, di era modern ini beberapa masyarakat Korea mulai tidak percaya dengan ilmu sihir atau hal takhayul yang tidak bisa dijelaskan secara logika.
Meski begitu, ritual “gut” yang kental dengan budaya Korea tetap menarik perhatian masyarakat, sehingga dunia perdukunan tetap dilirik generasi muda karena ritualnya yang penuh warna dan artistik.
Hal paling menarik dari ritual “gut” ketika dukun pria (baksu) mulai memainkan musiknya, untuk mengiringi tarian dukun wanita (mudang) yang penuh dengan energik
Karena praktiknya yang tidak lepas dengan budaya tradisional, Pemerintah Korea Selatan akhirnya menetapkan ritual “gut” sebagai Warisan Budaya Takbenda Penting.
Sehingga, kini “gut” tidak hanya sebagai ritual tetapi juga pertunjukan seni yang memadukan permainan musik, tari, dan lagu.
Dari sinilah, praktik perdukunan (Shamanisme) masih melekat di Korea Selatan dan makin dikenal banyak orang melalui Drakor.
Editor : Shadinta Aulia Sanjaya