Salah satu perajin yang merasakan berkah ini adalah Heru Subandi, asal Desa Talunkidul, Kecamatan Sumobito, yang telah menggeluti usaha pembuatan tusuk sate selama 15 tahun.
Heru mengungkapkan bahwa permintaan tusuk sate meningkat dua kali lipat dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Meskipun demikian, produksi maksimal tetap terbatas pada 3 kuintal per hari karena keterbatasan alat.
“Permintaan menjelang lebaran cukup banyak, tapi jumlah produksi maksimal tetap 3 kuintal per hari, karena keterbatasan alat,” ungkapnya pada Kamis (30/5/2024).
Heru menjelaskan proses pembuatan tusuk sate yang dimulai dari pemotongan bambu. Bambu dipotong sesuai ukuran yang diinginkan dan kemudian dimasukkan ke mesin pencetak untuk mendapatkan bentuk dasar tusuk sate. Setelah proses pencetakan, tusuk sate dioven untuk mengeringkan dan memperkuat bambu.
Baca juga : Waspadalah ! Warga Kota Kediri Jadi Bidikan Sasaran Pinjol Ilegal dan Investasi Bodong
Setelah itu, tusuk sate dipoles untuk menghaluskan permukaannya agar nyaman digunakan dan memastikan tidak ada serat bambu yang bisa melukai tangan. Tahap terakhir adalah peruncingan ujung tusuk sate untuk memudahkan proses menusuk daging.
Kualitas dan ketahanan produk tusuk sate buatan Heru menarik perhatian pasar yang lebih luas, termasuk kota besar seperti Surabaya, Solo, dan bahkan hingga Papua. Harga tusuk sate bervariasi mulai dari 13.300 hingga 43 ribu rupiah per bungkus yang berisi 350 gram.
Dengan permintaan yang terus meningkat, Heru mampu mempertahankan omzet rata-rata sekitar 60 juta rupiah per bulan.