Warga menolak menandatangani surat appraisal tersebut dan merasa kecewa karena nilai yang diberikan tidak seperti yang mereka harapkan.
“saya sudah melapor kepada petugas BPN di kelurahan namun tidak ada perubahan, dan keterangan tetap tertera sebagai tanah pertanian,” ujarnya, Senin (18/12/2023).
Selain masalah harga di bawah pasar, masyarakat Kelurahan Gayam memiliki beberapa kekhawatiran terkait proyek tol. Dalam grup WhatsApp yang terdiri dari 37 warga yang dipanggil, mereka mengungkapkan beberapa ketidakpuasan.
Kedua, penentuan harga tanah dianggap tidak adil, ketiga, harga tanah di bawah standar mengingat adanya perkembangan di sekitar Kelurahan Gayam seperti Universitas Brawijaya dan pondok pesantren.
Terakhir, warga merasa bahwa tim appraisal hanya menilai berdasarkan bentuk fisik tanah, bukan potensi ekonomi atau aspek pertanian lainnya. Beberapa usulan ganti untung, seperti uang, saham, atau tanah, juga dianggap tidak memadai.
Sebagai respons terhadap ketidakpuasan tersebut, seorang perwakilan dari kantor advokat di Kediri menyarankan agar masyarakat yang tidak setuju membuat surat pernyataan yang ditandatangani oleh 37 warga yang menolak. Warga berencana untuk melakukan musyawarah kembali sebelum membuat surat pernyataan tersebut.
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kediri, Tutur Pamuji, menjelaskan bahwa BPN memberikan waktu untuk masyarakat berdiskusi dengan keluarga setelah musyawarah pada tanggal 14 Desember 2023.