LINGKARWILIS.COM – Tirakat, dalam bahasa Arab, berasal dari kata thoriqoh yang berarti “jalan.” Secara luas, tirakat dapat dimaknai sebagai usaha yang dilakukan seseorang untuk mencapai jalan menuju Allah SWT.
Dalam versi lain, tirakat berasal dari kata taroka, yang berarti “meninggalkan.” Ini mengisyaratkan bahwa tirakat adalah bentuk pengorbanan, di mana seseorang meninggalkan hal-hal duniawi demi mencapai tujuan ukhrawi, meninggalkan kesenangan demi mencapai sebuah tujuan yang hakiki.
Menurut Imam As-Sya’rani dalam kitab Al-Mizan Al-Kubro, sebagian ulama berpendapat bahwa “sah bagi seseorang yang ‘menganiaya’ dirinya sendiri demi menjadi hamba pilihan Allah.” Maksudnya, tindakan tersebut bukan dalam bentuk maksiat, melainkan usaha menahan hawa nafsu demi meraih ridha Allah.
Oleh karena itu, tirakat di lingkungan pesantren dipandang sebagai amalan yang memiliki dasar kuat, asalkan didasari niat yang benar untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Di salah satu unit Pondok Pesantren Lirboyo, Pondok Pesantren Darussalam yang diasuh oleh KH. Ahmad Mahin Thoha, tirakat masih menjadi tradisi yang dijalankan oleh para santri. Bentuk-bentuk tirakat yang umum dilakukan antara lain naun (tidak pulang selama masa libur pesantren) dan ngerowod (tidak mengonsumsi makanan yang mengandung unsur beras). Sebelum menjalani tirakat, santri biasanya terlebih dahulu mendapatkan ijazah dari gurunya. Ijazah ini merupakan bentuk izin dan bimbingan guru kepada murid untuk mengamalkan amalan tertentu.
M. Al-Azhar, salah satu santri yang menjalani tirakat naun dan ngerowod, menceritakan pengalamannya. “Setelah mendapatkan ijazah dari romo yai, saya disuruh puasa selama tiga hari sebagai persiapan. Durasi tirakat saya adalah tiga tahun, tiga bulan, tiga minggu, dan tiga hari,” ungkapnya.
Santri yang menjalani tirakat meyakini bahwa dengan melakukannya, mereka akan semakin dekat dengan Allah SWT, lebih mudah dalam menghafal dan memahami pelajaran, serta hajat mereka akan lebih cepat dikabulkan. Bahkan, dalam beberapa kasus, mereka yang menjalani tirakat dengan benar dan penuh ketekunan bisa diangkat derajatnya menjadi wali Allah.
Baca juga : Hasil Seleksi Administrasi PTPS Kecamatan Kota Kediri Diumumkan, Ini Infonya
Imam Rosyadi, santri lain yang sedang menjalani tirakat, menjelaskan tujuan utamanya.
“Saya melakukan tirakat agar diberi kemudahan dalam menuntut ilmu, lebih mudah menjaga emosi, memperoleh ketenangan jiwa, kesucian hati, dan semoga otak saya lebih mudah menyerap pengetahuan yang saya pelajari.” katanya.
Tradisi tirakat yang dijalankan di pesantren-pesantren salaf ini menunjukkan bahwa meskipun dunia terus berubah, praktik-praktik spiritual yang mendalam seperti tirakat masih tetap relevan dan dihormati dalam lingkungan pesantren. Hal ini membuktikan bahwa pencarian spiritual dan kedekatan dengan Sang Pencipta merupakan bagian penting dalam kehidupan seorang santri.***
Penulis : M. Aswad Addualli
Editor : Hadiyin