Kediri, LINGKARWILIS.COM – Penambang pasir tradisional di Jalan Mayor Bismo, belakang Masjid Baiturahman, Kelurahan Semampir, Kecamatan/Kota Kediri, terpaksa menghentikan aktivitasnya sementara.
Keputusan ini diambil menyusul munculnya pemberitaan yang menyebutkan bahwa mereka memberikan upeti sebesar Rp 2,5 juta per titik kepada aparat penegak hukum (APH), tuduhan yang langsung dibantah keras oleh para penambang.
Marlan (52), salah satu penambang pasir tradisional, menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar dan sangat meresahkan.
Baca juga : Disdik dan Dinkes Kabupaten Kediri Pantau Program Makan Bergizi di SMP Negeri 1 Kayen Kidul
“Kami menambang pasir secara tradisional, bukan mekanis, ini sudah menjadi mata pencaharian turun-temurun sejak zaman kakek kami. Pemberitaan yang menyudutkan seperti ini perlu diklarifikasi karena berdampak buruk bagi warga,” ujarnya, Selasa (21/1/2025).
Marlan juga menjelaskan bahwa kegiatan mereka tidak hanya tidak merugikan, tetapi bahkan membantu menjaga kebersihan lingkungan. Sungai Brantas, menurutnya, sering dipenuhi sampah seperti popok sekali pakai dan plastik, yang turut dibersihkan oleh para penambang manual.
Namun, sejak munculnya isu tersebut, para penambang telah menghentikan operasi selama satu minggu. “Kami berharap tidak ada upaya untuk mengadu kami dengan aparat penegak hukum. Faktanya, tidak ada upeti yang diberikan di sini,” tegas Marlan.
Baca juga : Gerakan Tanam Jagung Serentak 1 Juta Hektar Dimulai, Kabupaten Kediri Jadi Salah Satu Lokasi Utama
Aktivitas tambang pasir tradisional ini juga memberikan dampak positif pada ekonomi masyarakat sekitar. Menurut Zaenal Arifin, warga Kelurahan Semampir, kehadiran para penambang tradisional membantu menggerakkan perekonomian, terutama bagi pedagang kecil yang bergantung pada keberadaan mereka.
“Para pekerja di sini semuanya warga asli, dan aktivitas tambang tradisional ini sangat membantu ekonomi kami,” ungkapnya.
Saat tambang beroperasi, ada sekitar 15 penambang yang setiap harinya menerima upah sebesar Rp 50 ribu. Namun, penghentian sementara ini membuat para pekerja kehilangan pendapatan harian, yang sangat berdampak pada kelangsungan hidup mereka.
Para penambang berharap isu ini segera diselesaikan dan aktivitas mereka dapat kembali berjalan seperti biasa tanpa hambatan. “Kami hanya mencari nafkah, bukan melakukan pelanggaran hukum. Tuduhan ini sangat merugikan kami semua,” tutup Marlan.***
Reporter: Rizky Rusdiyanto
Editor : Hadiyin