Ponorogo, LINGKARWILIS.COM – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) di salah satu SMP Negeri di Kecamatan Ponorogo menuai sorotan dari DPRD. Komisi D DPRD Ponorogo memanggil Kepala Dinas Pendidikan (Kadindik) untuk mengklarifikasi adanya surat edaran yang berisi permintaan sumbangan kepada siswa.
Ketua Komisi D DPRD Ponorogo, Riyanto, menjelaskan bahwa pihaknya menerima salinan surat dari salah satu orang tua siswa. Dalam surat itu, setiap siswa diminta menyumbang Rp1,5 juta untuk pembangunan masjid sekolah. Riyanto menyoroti bahwa sumbangan ini terkesan tidak sukarela, karena disertai ancaman penahanan ijazah bagi siswa yang tidak membayar.
“Kalau sumbangan itu bersifat sukarela, tidak boleh ada tekanan. Apalagi dengan ancaman penahanan ijazah, itu jelas tidak etis,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar pada Jumat (20/6/2025).
Baca juga : Pemkab dan DPRD Kabupaten Kediri Bahas Sinkronisasi Raperda APBD 2024 dan RPJMD 2025–2030
Riyanto juga menyinggung bahwa kasus serupa pernah terjadi di sekolah yang sama pada tahun 2022, dan saat itu pihak DPRD turut melakukan klarifikasi langsung ke sekolah. Ia meminta Kadindik bertindak tegas agar praktik pungutan tidak kembali terulang.
“Saya minta ini jadi perhatian serius, karena sudah terjadi berulang. Sekolah negeri tidak boleh menarik pungutan, apalagi sampai mengancam siswa,” tegas politisi dari PDI Perjuangan itu.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Ponorogo, Nurhadi Hanuri, membantah adanya pungutan di SMP Negeri 6 Ponorogo. Ia menegaskan bahwa pihaknya akan memberikan sanksi jika sekolah nekat melakukan pungutan yang melanggar ketentuan.
Baca juga : Sebanyak 289 Atlet Kota Kediri Siap Berlaga di Porprov Jatim 2025, Target Masuk Tiga Besar
“Saya pastikan ijazah harus tetap diserahkan ke siswa, baik diantar ke rumah atau diberikan langsung di sekolah. Tidak ada alasan untuk menahannya,” ujar Nurhadi.
Pihak Dindik juga berkomitmen untuk mengawasi lebih ketat satuan pendidikan agar tidak melakukan pelanggaran dalam pengelolaan dana maupun kebijakan internal yang merugikan siswa dan orang tua. ***
Reporter : Sony Dwi Prastyo
Editor : Hadiyin