Kediri, LINGKARWILIS.COM – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Kediri telah meningkatkan status empat kasus dugaan korupsi dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan. Langkah ini menunjukkan komitmen tegas Korps Adhyaksa dalam memberantas praktik korupsi di wilayah tersebut.
Kasus-kasus tersebut mencakup modus kredit fiktif hingga manipulasi data tambang yang menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp 10 miliar.
Kepala Kejari Kabupaten Kediri, Pradhana Probo Setyarjo, mengungkapkan bahwa semua kasus tersebut melibatkan kerugian besar dengan berbagai modus penipuan, mulai dari kredit fiktif hingga pemalsuan data sektor tambang.
Baca juga : Sebanyak 251 Ekor Sapi di Kabupaten Kediri Terpapar PMK
“Kami bersyukur ada peningkatan penanganan kasus pada 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Kami optimis seluruh perkara bisa diselesaikan tanpa ada tunggakan,” ujarnya, Minggu (4/1/2025).
Kasus pertama yang ditangani adalah dugaan korupsi kredit fiktif dalam program Kredit Usaha Rakyat (KUR) di BRI Cabang Pare. Dalam kasus ini, bank bekerja sama dengan pihak eksternal untuk memanfaatkan identitas nasabah yang tidak memenuhi syarat guna mengajukan pinjaman.
Dana sebesar Rp 2,5 miliar yang seharusnya digunakan untuk usaha mikro malah diselewengkan, menyebabkan gagal bayar.
Kasus kedua melibatkan program kredit KUPRA dan UMI di BRI Unit Kras, yang juga memanfaatkan identitas palsu dan manipulasi nilai pinjaman. Kerugian negara akibat praktik ini mencapai Rp 4,2 miliar.
Baca juga : Musim Hujan di Awal Tahun, Harga Jagung di Kediri Turun Rp 200 per Kilogram
Sementara itu, kasus ketiga menyangkut program kredit KUPRA di BRI Unit Turus, yang menggunakan modus serupa. Kerugian negara dari kasus ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp 624 juta.
“Masalah ini tidak hanya melibatkan oknum tertentu, tetapi juga terkait dengan lemahnya sistem pengelolaan. Kami akan bekerja sama dengan pihak bank untuk memperbaiki celah-celah tersebut,” jelas Pradhana.
Selain itu, Kejari Kediri juga tengah menangani kasus dugaan korupsi di sektor pertambangan yang melibatkan PT. Empat Pilar Anugerah Sejahtera.
Perusahaan ini diketahui tidak menyetorkan kewajiban bagi hasil tambang kepada pemerintah daerah sejak 2020 dan tetap beroperasi tanpa izin RKAB yang sah. Praktik ini menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 3,7 miliar.
Pradhana menegaskan bahwa seluruh proses hukum dalam kasus-kasus ini akan dilakukan secara profesional dan transparan.
“Kami bertekad menyelesaikan perkara ini sebaik mungkin agar menjadi peringatan dan pembelajaran bagi semua pihak,” tutupnya.***
Reporter: Rizky Rusdiyanto
Editor: Hadiyin