LINGKARWILIS.COM – Tahapan seleksi pengisian perangkat desa di Desa Pulorejo, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang menuai kritik dari sejumlah peserta.
Mereka menilai prosesnya tidak transparan dan diwarnai kejanggalan sejak awal pendaftaran hingga penetapan peserta ujian.
Salah satu peserta seleksi, Budianto (40) menyampaikan bahwa ketidaknormalan sudah terlihat sejak masa pendaftaran.
Ia menyoroti keterlambatan pengumuman penetapan peserta, yang seharusnya dilakukan dua hari setelah penutupan, namun justru molor hingga tujuh hari.
Teror Pencuri Hewan Ternak Kembali Hantui Cukir Jombang, Warga Rugi Jutaan
“Harusnya setelah penutupan, dua hari sudah ada penetapan peserta. Tapi ini molor sampai tujuh hari, alasannya karena ketua panitia ada acara di Surabaya. Ini menimbulkan banyak kecurigaan, terutama saat jeda itu,”* ujarnya saat ditemui wartawan pada Sabtu (21/6).
Budianto menambahkan bahwa dirinya bersama tiga peserta lainnya Koko, Ferri, dan satu peserta lain baru dapat menyerahkan berkas kelengkapan pada pukul 11.00 WIB di hari terakhir pendaftaran. Ia mencurigai adanya permainan dalam jeda waktu yang dinilai tidak wajar.
Salah satu sorotan utama adalah hilangnya berkas milik peserta bernama Feri Leo Ronaldi (22). Dokumen yang sebelumnya telah diserahkan ke panitia, mendadak dinyatakan hilang menjelang penetapan peserta.
“Berkas saya hilang, padahal saya yakin sudah saya serahkan. Saya minta ini diusut tuntas karena ada indikasi kuat kecurangan,” kata Feri.
Gagal Salip Truk! Warga Batu Tewas di Jalan Raya Pattimura
Feri mengatakan bahwa dirinya baru mengetahui berkas tersebut hilang pada malam sebelum penetapan peserta. Ia menilai kejadian itu bukan sekadar kelalaian melainkan perlu diproses secara menyeluruh.
“Harus diproses sesuai aturan yang berlaku, kalau bisa dibongkar semua prosesnya,” tambahnya.
Keluhan juga datang dari Koko Eka Prasetiawan yang mengalami kendala saat verifikasi berkas. Menurutnya, panitia tidak menerapkan standar verifikasi yang konsisten. Ia hampir ditolak karena berasal dari desa lain dan membawa dokumen pelengkap.
“Padahal itu berkas pelengkap yang wajib saya bawa karena saya beda desa. Awalnya ditolak, tapi karena ada saksi dari BPD akhirnya diterima juga. Tapi ini membuktikan bahwa standar panitia tidak jelas dan terkesan bisa diatur,”* terang Koko.
Tak hanya soal administrasi, para peserta juga mempertanyakan keabsahan berita acara penetapan peserta. Mereka mengaku tidak pernah dimintai tanda tangan dalam dokumen tersebut, namun hasil penetapan tetap diumumkan seperti telah disepakati bersama.
“Kami tidak pernah tanda tangan berita acara. Tapi tahu-tahu diumumkan sudah disetujui, ini aneh. Harapan kami, proses ini harus jujur, terbuka, dan tidak ada jual beli jabatan,” tegas Budianto.
Hingga laporan ini disusun, panitia pengisian perangkat desa Pulorejo belum memberikan tanggapan resmi terkait berbagai tudingan dan keluhan peserta. (st2)
Editor: Shadinta Aulia Sanjaya