Trenggalek, .LINGKARWILIS.COM – Kantor Kementerian Agama Trenggalek meminta kejadian pelecehan seksual yang terjadi di pondok pesantren di wilayah Kabupaten Trenggalek tidak disamaratakan.
Karena penyebaran informasi kasus pelecehan seksual dapat merusak reputasi keseluruhan sistem pendidikan di Trenggalek yang saat ini tercemar karena tindakan tidak pantas dari sebagian pengasuh pondok pesantren.
Kantor Kementerian Agama Trenggalek mencatat kasus pelecehan seksual telah terjadi dua kali di dua pondok pesantren yang berbeda.
Kejadian pertama terjadi di wilayah Kecamatan Pule yang melibatkan seorang pengasuh, dan yang terbaru melibatkan dua pengasuh di wilayah Kecamatan Karangan.
Kepala Kementerian Agama Trenggalek, Mohammad Nur Ibadi, menegaskan bahwa tidak seharusnya seluruh pondok pesantren dipandang sama dalam kasus tersebut, karena yang terlibat hanyalah oknum tertentu.
“proses hukum secara transparan tanpa ada upaya penyembunyian itu penting,” ujarnya, Senin (25/3/2024).
Dia juga menyesalkan tindakan pencabulan yang diduga dilakukan oleh dua pengasuh pondok pesantren di wilayah Kecamatan Karangan terhadap sejumlah santri yang menjadi perhatian publik.
“Pengungkapan kasus tersebut penting untuk menjaga reputasi baik urusan pendidikan di pondok pesantren,” lanjutnya.
Terkait tuntutan pencabutan izin operasional pondok pesantren yang terlibat dalam kasus pelecehan seksual, Nur Ibadi menyatakan bahwa proses tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama dan akan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk Polres Trenggalek, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Dinas Pendidikan.
Ponpes yang terlibat memiliki lima izin operasional, termasuk izin untuk pondok pesantren, sekolah menengah kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah, SMP, dan Madrasah Diniyah. Izin ini dikeluarkan setelah memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Undang-Undang nomor 18 tahun 2019.
Mohammad Nur Ibadi menjelaskan bahwa proses pengurusan izin operasional dilakukan secara online dan diverifikasi oleh Kementerian Agama Kabupaten Trenggalek dengan melakukan kunjungan langsung ke pondok pesantren.
“Setelah memenuhi persyaratan, izin tersebut akan diberikan,” imbuhnya.
Kementerian Agama Trenggalek juga melakukan pengawasan terhadap pondok pesantren yang telah mendapatkan izin operasional, termasuk melalui sistem informasi manajemen pendidikan di Kementerian Agama.
Meskipun belum ada kejelasan mengenai pencabutan izin operasional, Kementerian Agama menegaskan bahwa proses pembelajaran akan tetap berjalan dengan pengawasan yang ketat.
Kementerian Agama juga meminta agar masyarakat tidak menyamakan seluruh pondok pesantren dengan kasus pelecehan seksual yang terjadi di beberapa pondok pesantren tertentu.
Mereka menegaskan bahwa tidak semua pondok pesantren harus disalahkan atas tindakan oknum tertentu, dan menyerukan agar pendekatan yang adil diambil dalam menangani masalah ini.***
Reporter : Angga Prasetya
Editor : Hadiyin