Gempar! Sindikat Perdagangan Sel Telur Perbudak Puluhan Perempuan Thailand di Georgia

Gempar! Sindikat Perdagangan Sel Telur Perbudak Puluhan Perempuan Thailand di Georgia
Ilustrasi puluhan perempuan Thailand jadi korban perdagangan sel telur di Georgia (Pexels/MART PRODUCTION)

LINGKARWILIS.COM – Tiga orang perempuan asal Thailand berhasil diselamatkan dari sekelompok mafia Tiongkok yang memperbudak mereka di Georgia untuk diambil sel telur.

Melansir dari laman Newsweek.com, ketiga korban yang menjadi bagian dari skema perdagangan manusia ini akhirnya bisa kembali ke Thailand pada 30 Januari 2024 setelah upaya penyelamatan yang melibatkan otoritas Thailand dan Interpol.

Kasus perdagangan sel telur ini terungkap setelah Pavena Hongsakula, pendiri Pavena Foundation for Women and Children mendapat laporan dari seorang korban yang berhasil melarikan diri pada September 2023 lalu.

Korban mengaku harus membayar uang tebusan sebesar 70.000 baht (sekitar Rp 32 juta) kepada sindikat Tiongkok sebelum akhirnya bisa kembali ke Thailand.

Fenomena Pernikahan Dini di Blitar Masih Meresahkan, Kenapa Bisa Terjadi?

LSM tersebut memperkirakan bahwa masih ada sekitar 100 perempuan lainnya yang menjadi korban perdagangan sel telur yang dilakukan di Georgia.

Saat ini, otoritas Thailand dan Georgia tengah menyelidiki dugaan perdagangan manusia yang melibatkan eksploitasi sel telur dari perempuan Thailand yang dibawa ke kawasan Kaukasus Selatan.

Dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan pada 6 Februari, Kementerian Dalam Negeri Georgia menyatakan bahwa investigasi telah dilakukan berdasarkan surat dari Interpol Bangkok.

Penyidik telah mewawancarai hingga 70 warga negara asing, tetapi hanya tiga perempuan Thailand yang mengajukan keluhan.

Modus Perekrutan dan Eksploitasi

Salah satu korban yang enggan diungkap identitasnya hadir dalam sebuah konferensi pers yang digelar di Thailand dengan mengenakan masker dan topi.

Ia mengaku tertarik dari sebuah iklan di media sosial yang menawarkan pekerjaan sebagai ibu pengganti dengan bayaran 25.000 baht (sekitar Rp 11 juta) per bulan.

Setelah menerima tawaran tersebut, ia diterbangkan ke Georgia melalui Dubai dan Armenia.

Kronologi Pembunuhan Gadis SMA di Jombang, Ternyata 3 Pelaku Warga Kediri!

Namun, setibanya di sana, ia justru dibawa oleh dua warga negara Tiongkok ke sebuah rumah yang dihuni oleh sekitar 60 hingga 70 perempuan Thailand lainnya.

Di tempat itu, ia menyadari bahwa tidak ada kontrak surrogacy (ibu pengganti) maupun pasangan orang tua yang terlibat dalam proses tersebut.

Sindikat tersebut kemudian menyita paspor mereka dan mengancam bahwa mereka akan ditangkap jika mencoba kembali ke Thailand.

Masih dari laman Newsweek.com, setelah sel telur dipanen, kemungkinan besar hasilnya dijual ke negara lain untuk keperluan fertilisasi in-vitro (IVF).

Regulasi dan Langkah Selanjutnya

Hingga kini Georgia masih belum memiliki undang-undang khusus mengenai surrogacy (ibu pengganti).

Meskipun pemerintah setempat berencana untuk melarang praktik ini, namun aturan hukum yang mengatur eksploitasi sel telur masih belum jelas.

Pada 2023, pemerintah di Tbilisi (Ibu Kota Georgia) mengusulkan larangan surrogacy komersial untuk mencegah pasangan asing mengakses layanan ini di Georgia.

Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai bagaimana Georgia akan menangani regulasi terkait perdagangan sel telur dan kapan korban lain yang masih terjebak dalam jaringan ini dapat diselamatkan.

Penulis: Rafika Pungki Wilujeng
Editor: Shadinta Aulia Sanjaya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *