PONOROGO, LINGKARWILIS.COM – Perayaan budaya terbesar di Kabupaten Ponorogo, Grebeg Suro 2025, resmi dimulai pada Selasa malam (17/6/2025). Tahun ini, perhelatan terasa istimewa karena merupakan perayaan perdana setelah Reog Ponorogo diakui secara resmi sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh UNESCO pada akhir 2024 lalu.
Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko menegaskan bahwa Grebeg Suro bukan sekadar perayaan menyambut bulan Muharram, melainkan juga tonggak penting dalam upaya membawa Ponorogo masuk dalam Jejaring Kota Kreatif Dunia atau UNESCO Creative Cities Network (UCCN). Hasil evaluasi terhadap pencalonan tersebut dijadwalkan rampung pada penghujung 2025.
“Ini adalah Grebeg Suro pertama setelah pengakuan UNESCO. Kami ingin menjadikan momen ini sebagai batu loncatan menuju pengakuan sebagai kota kreatif dunia,” ungkap Bupati yang akrab disapa Kang Giri dalam sambutannya.
Baca juga : Antisipasi Angin Kencang, DLHKP Kota Kediri Pangkas Pohon Rindang di Beberapa Titik
Grebeg Suro 2025 tampil dengan nuansa baru. Berada dalam daftar resmi Kalender Event Nusantara (KEN), acara ini menghadirkan kolaborasi apik antara teknologi digital, tradisi budaya, dan ekspresi seni generasi muda. Konsep futuristik panggung dan visual didesain untuk menggugah minat kaum muda agar turut melestarikan warisan lokal.
“Panggung dirancang dengan selera anak-anak muda karena mereka adalah penerus seni Reog ini,” tambahnya.
Kang Giri juga menekankan bahwa pelestarian budaya memiliki nilai strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu, Pemerintah Kabupaten Ponorogo terus berupaya memperkuat infrastruktur budaya, seperti pembangunan museum dan monumen Reog.
Baca juga : Hati-Hati! Jalur Malang-Kediri Lewat Pujon Kemungkinan Macet Rabu Sore, Ada Karnaval Desa Ngroto
Menariknya, seluruh rangkaian kegiatan Grebeg Suro 2025 digelar hanya dengan dukungan dana APBD sebesar Rp 350 juta, yang mendorong kreativitas warga untuk ikut andil secara aktif.
“Dengan anggaran terbatas, justru muncul semangat kolaborasi. Inilah wujud semangat Ponorogo sebagai kota kreatif,” tuturnya.
Sementara itu, Staf Khusus Kementerian Kebudayaan Bidang Sejarah dan Perlindungan Warisan Budaya, Basuki Teguh Yuwono, yang turut hadir dalam pembukaan dan menyerahkan piagam UNESCO, memberikan apresiasi tinggi terhadap penyelenggaraan acara.
“Pengakuan dari UNESCO adalah hasil kerja kolektif Pemkab, masyarakat, dan seluruh pihak yang menjaga eksistensi Reog. Ini membuktikan bahwa Reog tetap hidup dan aktif,” ujarnya.***
Reporter: Sony Dwi Prastyo
Editor: Hadiyin