Libur Sekolah Tanpa Game Online, Masih Ingat Rasanya 5 Permainan Tradisional Ini?

Libur Sekolah Tanpa Game Online, Masih Ingat Rasanya 5 Permainan Tradisional Ini?
Permainan kelereng merupakan permainan tradisional yang kini mulai jarang dimainkan (Pinterest)

LINGKARWILIS.COM – Libur sekolah jaman dahulu bukan soal level game, mainan baru atau scroll TikTok hingga tengah malam.

Bagi generasi milenial hingga orang tua mereka, masa liburan sekolah bukan sekadar waktu istirahat dari bangku pelajaran, tapi momen penuh tawa yang dinanti-nanti.

Dari pagi hingga sore, anak-anak memenuhi sudut-sudut kampung, komplek hingga jalanan kecil yang mendadak berubah menjadi arena permainan. Mereka bermain sepuasnya bersama teman-teman tanpa takut kotor tanpa perlu kuota internet.

Namun, seiring perkembangan zaman dan menjamurnya gawai digital, wajah masa libur sekolah pun berubah. Anak-anak kini lebih akrab dengan layar sentuh daripada tanah lapang.

Padahal, permainan tradisional tak sekadar hiburan, tetapi juga sarana belajar kerja sama, strategi, hingga melatih ketahanan fisik.

Berikut lima permainan klasik yang dulu begitu lekat di masa liburan sekolah—sayangnya, kini mulai sulit dijumpai.

Menjelang Suro, Perajin Warangka di Jombang Kebanjiran Pesanan

5 Permainan Tradisional yang Mulai Dilupakan

1. Petak Umpet: Mencari dan Ditemukan

Salah satu permainan paling ikonik yang mewarnai masa kecil banyak orang adalah petak umpet. Dimainkan oleh lebih dari dua orang, permainan ini dimulai dengan menentukan satu penjaga lewat “Hom Pim Pa.”

Setelah penjaga menghitung hingga hitungan tertentu dengan mata tertutup, para pemain lain akan bersembunyi.

Penjaga kemudian mulai mencari, dan siapa pun yang pertama kali ditemukan akan bergantian menjadi penjaga. Suasana ramai, adrenalin tinggi, dan suara tawa khas anak-anak yang ditemukan di balik pintu, pohon, atau tembok semua menjadi kenangan yang sulit tergantikan.

2. Gobak Sodor: Ketangkasan dan Strategi

Gobak Sodor atau dikenal juga sebagai galah asin, adalah permainan yang menguji ketangkasan dan strategi beregu. Permainan ini membutuhkan dua tim penjaga dan penyerang yang bermain di arena kotak-kotak yang digambar di tanah.

Tim penyerang harus melewati garis pertahanan lawan tanpa tersentuh untuk menang. Sebaliknya, tim bertahan berusaha menyentuh penyerang agar permainan berbalik.

Gobak Sodor mengajarkan kerja sama, kecepatan, dan strategi. Kini, permainan ini nyaris punah dari pekarangan sekolah maupun lingkungan perumahan.

3. Kelereng: Bola Kaca Kecil yang Mengundang Kompetisi

Dulu, setiap pagi dan sore saat libur sekolah, anak-anak sekomplek kerap berkumpul membawa puluhan kelereng. Ada dua gaya permainan umum yang pertama, memasukkan kelereng ke dalam lingkaran, lalu menembak dengan ‘gaco’ untuk mengeluarkan kelereng lawan.

Lalu yang kedua, menyusun kelereng berjajar untuk jadi target tembakan. Permainan ini tak hanya soal ketepatan, tapi juga tentang ketegangan dan kegembiraan apalagi saat berhasil ‘mencuri’ kelereng lawan.

Hari ini, anak-anak lebih akrab dengan bola virtual di layar ponsel dibanding bola kaca warna-warni itu.

4. Bentengan: Taktik dan Keberanian di Lapangan

Permainan betengan atau bentengan juga jadi favorit banyak anak karena memadukan kecepatan, keberanian, dan kerja sama tim. Masing-masing kelompok memiliki ‘benteng’ yang harus dijaga. Tujuan utama: menyentuh benteng lawan tanpa tertangkap.

Jika tertangkap saat menyerang, pemain menjadi tawanan dan bisa dibebaskan jika disentuh oleh rekan setimnya. Bentengan sangat populer di lapangan sekolah atau halaman rumah.

Kini, lapangan yang dulunya jadi arena pertempuran seru itu, justru lebih sering kosong atau berubah fungsi.

5. Lompat Tali: Ritme, Refleks, dan Ketangkasan

Tidak kalah seru, lompat tali jadi permainan yang digemari, terutama anak perempuan. Dua orang memutar tali, sementara pemain ketiga melompati tali sesuai ritme. Ada juga versi tantangan, di mana tali dinaikkan perlahan mulai dari tumit hingga setinggi kepala.

Selain melatih kelincahan, permainan ini juga jadi ajang bersosialisasi yang menyenangkan. Sayangnya, kini yang dilompati bukan lagi tali, tapi level-level permainan virtual yang tak memberi keringat apapun.

Semua permainan ini dahulu sangat membumi. Mereka bukan sekadar hiburan, tapi ruang belajar sosial: tentang kerja sama, komunikasi, hingga berpikir taktis. Bahkan, secara fisik, mereka menyehatkan dan membuat anak-anak aktif bergerak.

Namun kini, permainan tradisional mulai tergusur oleh gim digital yang lebih menarik secara visual. Gadget telah menggantikan lapangan, dan avatar virtual telah mengambil tempat teman bermain di dunia nyata.

Padahal, menjaga permainan tradisional tetap hidup bukan hanya soal melestarikan budaya, tapi juga tentang menjaga masa kecil anak-anak agar tetap utuh, penuh kenangan yang hidup dan bergerak—bukan diam dan terpaku di layar.

Reporter : Mochammad Sholeh Sirri
Editor : Shadinta Aulia Sanjaya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *