Al-Quds, LINGKARWILIS.COM – Pasukan pendudukan Israel kembali menutup seluruh akses masuk menuju kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur (Al-Quds) pada Jumat (20/6/2025). Akibatnya, umat Muslim Palestina tidak dapat menunaikan shalat Jumat untuk pekan kedua secara berturut-turut.
Menurut laporan Kegubernuran Yerusalem Otoritas Palestina, seluruh pintu gerbang utama termasuk Gerbang Hitta dan Gerbang Rantai ditutup pasukan Israel. Hanya segelintir jamaah yang diperbolehkan masuk sebelum akses ditutup total. Puluhan personel keamanan dikerahkan untuk memperketat penjagaan di sekeliling kompleks masjid, sebagaimana dilaporkan Kantor Berita Palestina WAFA.
Pasukan Israel juga menahan sejumlah jamaah di Gerbang Herodes (Bab al-Sahira) dan membatasi pergerakan mereka menuju Kota Tua serta kompleks Masjid Al-Aqsa, bahkan sebelum waktu salat tiba.
Baca juga : Rusia Peringatkan AS agar Tak Ikut Campur dalam Perang Antara Iran dan Israel
Sejak 13 Juni 2025, otoritas Israel telah memberlakukan pembatasan ketat terhadap akses masuk ke Al-Aqsa. Masjid sempat ditutup total selama enam hari berturut-turut, sebelum sistem baru berupa “pengaturan masuk terbatas” diberlakukan mulai Rabu lalu.
Menurut keterangan Pemerintah Daerah Yerusalem, hanya sekitar 450 jamaah yang diizinkan melaksanakan salat zuhur pada Kamis melalui Gerbang Hitta, dan gerbang tersebut langsung kembali ditutup sesaat setelah salat berakhir.
Pegawai dari Wakaf Islam hanya diperbolehkan masuk melalui dua gerbang—Gerbang Hitta dan Rantai—dengan pengawasan ketat. Di saat yang sama, Gerbang Maroko dibuka lebar untuk memfasilitasi masuknya pemukim Yahudi yang ingin mengelilingi kompleks suci tersebut.
Baca juga : Presiden Erdogan Sebut Iran Punya Hak Bela Diri atas Aksi Israel
Kegubernuran Yerusalem menilai kebijakan ini sebagai tindakan eskalatif yang berbahaya dan bertujuan untuk mengubah status quo sejarah dan hukum Masjid Al-Aqsa. Mereka menuding Israel memanfaatkan situasi konflik di kawasan untuk mendorong rencana perubahan karakter kompleks suci tersebut.
Pembatasan ketat ini juga berdampak luas pada kehidupan sehari-hari di Kota Tua Yerusalem. Hanya penduduk dengan identitas lokal yang diizinkan masuk, sementara sinagoga dan pasar Yahudi tetap beroperasi seperti biasa—menunjukkan adanya ketimpangan akses dan perlakuan dalam kebijakan penutupan tersebut.***
Editor : Hadiyin