Rinciannya mencakup kekerasan fisik sebanyak 14 kasus, kekerasan psikis 6 kasus, penelantaran 5 kasus, pelecehan seksual 14 kasus, TPPO (tindak pidana penipuan dan penggelapan objek) 1 kasus, dan kasus lainnya 11 kasus.
Petani di Kediri Buang Dawet di Sumber Air, Ternyata Ini Tujuannya
“Selama 10 bulan terakhir, sudah tercatat 51 kasus kekerasan terhadap anak, dengan kasus pelecehan seksual dan kekerasan fisik mendominasi,” ujar Dwi Yanuarti Senin (6/11/2023).
Bandingkan dengan tahun 2022, Dwi menyebut bahwa tahun sebelumnya terdapat total 76 kasus kekerasan anak, dengan rincian kekerasan fisik 33 kasus, kekerasan psikis 10 kasus, kekerasan seksual 22 kasus, eksploitasi 1 kasus, perdagangan manusia 2 kasus, penelantaran 6 kasus, dan kasus lainnya 1 kasus.
Kasus kekerasan fisik melibatkan beragam insiden, termasuk pengeroyokan, sementara kasus pelecehan seksual mencakup pemerkosaan dan pencabulan.
Meskipun kasus tersebut tersebar merata di seluruh wilayah Kabupaten Tulungagung, pihak berwenang tetap menangani semua kasus tersebut, terutama dalam hal kekerasan fisik, yang mungkin melibatkan tindakan hukum terhadap anak-anak yang terlibat dalam tindakan kekerasan.
Dalam penanganan kasus tersebut, mereka akan melakukan peninjauan awal, berkoordinasi dengan mitra untuk menindaklanjuti kasus tersebut, dan memberikan dukungan kepada pelaku dan korban.
Setelah peninjauan selesai, langkah selanjutnya akan ditentukan, termasuk apakah korban memerlukan pendampingan psikologis atau mediasi.
Dwi juga menjelaskan bahwa penyelesaian kasus kekerasan anak tidak selalu bisa dianggap selesai, karena dampak traumatis yang dialami korban bisa muncul kembali. Oleh karena itu, perlu adanya pemantauan secara berkala.
Mayoritas korban, terutama dalam kasus kekerasan fisik dan pelecehan seksual, mengalami trauma. Meskipun demikian, setelah mendapatkan penanganan, kondisi para korban telah mulai membaik, meskipun belum mencapai pemulihan 100 persen.
“Prioritas utama kami adalah membantu para korban pulih dari trauma. Terutama karena sebagian besar kekerasan anak melibatkan keluarga atau orang terdekat, kami berusaha memulihkan mereka sehingga bisa kembali bersosialisasi,” tutup Dwi.***