LINGKARWILIS.COM – Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Batu, Sujud Hariadi, menyatakan keberatannya terhadap kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) tahun depan yang ditetapkan sebesar 6,5 persen.
Menurutnya, kenaikan UMK dengan angka tersebut terlalu tinggi, meskipun ia memahami bahwa kebijakan ini sejalan dengan langkah-langkah baru dari kementerian yang baru saja dilantik.
Ia menilai adanya deflasi yang sempat terjadi di wilayah ini sebagai indikator perlambatan ekonomi.
“Kami maklum karena kementerian baru ingin membuat sesuatu yang baru. Namun, jika melihat kondisi pariwisata di Kota Batu tahun lalu, perekonomian justru mengalami penurunan,” ujar Sujud, Rabu (11/12).
Sujud menilai, kenaikan yang wajar seharusnya berkisar di angka 2-3 persen. Menurutnya, angka tersebut mencerminkan kondisi kenaikan harga yang saat ini tidak terlalu signifikan.
“Kalau tidak naik sama sekali juga tidak mungkin karena kita tetap memikirkan kesejahteraan pegawai,” tambahnya.
Ia menjelaskan di sektor perhotelan, insentif berupa pembagian 10 persen dari pendapatan (revenue) sebagai service charge kepada karyawan sudah membantu memenuhi UMK. Namun, Sujud mengakui bahwa besaran insentif ini sangat bergantung pada jumlah pengunjung setiap bulannya, yang bisa berfluktuasi.
Lebih lanjut, Sujud menyoroti penurunan daya beli masyarakat sebagai salah satu tantangan utama. Hal ini terlihat jelas dari penurunan penjualan otomotif, baik roda dua maupun roda empat, yang menurutnya menjadi indikator menurunnya perputaran ekonomi.
“Kondisi saat ini memang sulit. Daya beli masyarakat menurun, dan hal ini juga memengaruhi sektor pariwisata serta perhotelan. Namun, meski keberatan, kami akan tetap mengikuti keputusan pemerintah,” tegas Sujud.
Ia berharap pemerintah daerah dan pelaku usaha dapat menemukan titik tengah agar kebijakan kenaikan UMK ini tidak membebani pengusaha, tetapi tetap memberikan manfaat bagi para pekerja.
Reporter : Arief Juli Prabowo
Editor: Shadinta Aulia Sanjaya