Nganjuk, LINGKARWILIS.COM – Para petani di Kabupaten Nganjuk kecewa setelah Perum Bulog menolak membeli gabah hasil panen mereka dengan alasan kuota telah penuh. Padahal sebelumnya, Bulog menjanjikan harga pembelian sebesar Rp 6.500 per kilogram.
Salah satu petani, Warniadi, dari Desa Patihan, Kecamatan Loceret, mengungkapkan bahwa kebijakan ini membuat mereka terpaksa menjual gabah ke tengkulak dengan harga yang lebih rendah.
“Kami dijanjikan Bulog akan membeli gabah dengan harga Rp 6.500 per kilogram, tapi sekarang ditolak. Akhirnya kami hanya bisa menjual ke tengkulak dengan harga lebih rendah, antara Rp 5.700 hingga Rp 6.200 per kilogram,” keluhnya, Selasa (18/3/2025).
Baca juga : Waspada Cuaca Ekstrem di Jatim 17-23 Maret, BPBD Kediri Imbau Kesiapsiagaan
Selain itu, ia juga menyoroti sistem pembayaran Bulog yang seharusnya kontan, namun dalam praktiknya kerap ditunda 2 hingga 3 hari.
Menanggapi hal ini, Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kabupaten Nganjuk mendesak Bulog untuk segera membeli gabah dari petani agar mereka tidak mengalami kerugian.
Ketua AKD Nganjuk, Dedik Nawan, menilai keputusan Bulog sangat merugikan petani yang telah bekerja keras selama berbulan-bulan.
“Saat panen raya, harga gabah justru anjlok. Bulog seharusnya turun tangan membeli gabah sesuai harga yang telah ditentukan agar petani tidak merugi,” tegasnya.
Ia juga mengkritik sistem pembelian Bulog yang dinilai tidak transparan.
Baca juga : Fortuner Tabrak Tiga Motor di Jl. Jaksa Agung Suprapto, Kota Kediri, Ibu dan Anak Luka Serius
“Jangan lepas tangan saat panen raya hanya karena alasan kuota penuh atau sistem tertutup. Jika ini terus terjadi, petani akan semakin merugi,” tambahnya.
Dedik juga menyebutkan bahwa harga gabah saat ini jauh di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang seharusnya Rp 6.500 per kilogram.
Jika Bulog tidak segera mengambil langkah konkret, AKD dan kelompok tani berencana menggelar aksi demo serta mengajukan audiensi langsung dengan DPRD dan Bulog untuk mencari solusi terbaik.
“Jika tidak ada tindakan nyata, dikhawatirkan petani semakin merugi dan produksi pertanian di masa mendatang bisa menurun,” pungkasnya.***
Reporter : Inna Dewi Fatimah
Editor : Hadiyin