Tulungagung, Lingkarwilis.com – Jumlah pengangguran terbuka (TPT) di Kabupaten Tulungagung naik drastis setiap tahunnya sejak pandemi Covid-19.
Pada 2018 lalu jumlah pengangguran cukup rendah, hanya 2,53 persen atau hanya 14,659 jiwa dari total usia kerja sebanyak 817.789 jiwa. Setelah pandemi Covid-19, mengalami peningkatan drastis hingga puncaknya pada 2022 yang mencapai 6,65 persen atau sebanyak 40.148 jiwa dari total usia kerja sebanyak 839.511 jiwa.
Fungsional Statistis Muda, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tulungagung, Suci Handayanti mengatakan efek pandemi Covid-19 masih terasa sampai sekarang, sehingga fenomena tersebut terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.
“kalau data 2023 masih belum dirilis sebelum dilaporkan ke Bupati Tulungagung,” Katanya, Senin (2/10/2023)..
Jika dilihat sesuai jenis kelamin, angka pengangguran perempuan lebih tinggi 3 kali lipat dibanding laki-laki. Tetapi sejak tahun 2021, jarak angka pengangguran perempuan dan laki-laki semakin menipis.
“Dengan peningkatan TPT itu, tentunya menjadi salah satu faktor yang juga mempengaruhi jumlah angka kemiskinan di Kabupaten Tulungagung,” lanjutnya.
Peningkatan TPT itu diperkirakan terjadi diperkirakan karena efek pandemi Covid-19 yang masih terasa bagi masyarakat di Tulungagung sampai sekarang.
Menurut Suci, berdasarkan survei yang dilakukannya, efek pandemi Covid-19 sangat terasa pada sektor rumah tangga maupun pada sektor usaha.
Pihaknya mencontohkan, pada sektor usaha bisa saja perusahaan masih melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun efisiensi produksi.
“Kami masih mencari tahu penyebab pasti meningkatnya angka TPT, agar nantinya stakeholder terkait bisa merumuskan formula yang tepat untuk permasalahan ini,” jelasnya.
Terkait survei yang dilakukan, ungkap Suci, survei terhadap usia kerja dilakukan mulai usia 15 tahun keatas, tetapi proses pemotretan usia kerja dimulai pada penduduk usia 5 tahun keatas.
Hal itu dilakukan karena selama survei, pihaknya mendapati anak di bawah usia kerja yang justru juga bekerja.
Diketahui, anak di bawah usia kerja ini kebanyakan bekerja pada sektor informal seperti pada bidang industri maupun perdagangan.
Pada dua bidang ini, mereka kebanyakan membantu usaha orang tuanya dengan menjadi pelayan maupun tukang cuci piring, sehingga mereka tergolong pekerja anak.
“Meski hanya membantu, tetapi mereka memenuhi konsep bekerja. Sewaktu kami melakukan survey, kami menemukan yang seperti itu, namun angkanya sangat sedikit, sehingga kami tidak bisa mempublish data tersebut,” pungkasnya.***
Reporter : Mochammad Sholeh Sirri
Editor : Hadiyin