Blitar, LINGKARWILIS.COM – Kasus pernikahan dini di Blitar Raya masih tergolong tinggi. Sepanjang Januari hingga Desember 2024, ratusan anak baru gede (ABG) yang belum cukup umur mengajukan dispensasi nikah.
Berdasarkan data Pengadilan Agama Kelas 1 A Blitar, sejak Januari hingga 16 Desember 2024, tercatat sebanyak 201 anak mengajukan dispensasi nikah. Namun, hanya 189 permohonan yang disetujui oleh hakim, sedangkan sisanya ditolak dengan berbagai pertimbangan, termasuk kesiapan psikologis.
“Tak semua permohonan dispensasi nikah disetujui. Ada pula yang ditolak. Tentu majelis hakim memiliki pertimbangan mendasar untuk menolak atau menyetujui permohonan,” ujar Humas Pengadilan Agama Blitar, Edi Marsis, Senin (23/12).
Edi mencatat, dibanding tahun 2023 yang mencatat 328 permohonan, jumlah pengajuan dispensasi nikah tahun ini mengalami penurunan. Namun, penurunan tersebut tidak bisa dijadikan tolok ukur membaiknya kondisi.
Baca juga : Pelantikan Pengurus Himpaudi Kediri 2024-2028, Meningkatkan Transformasi Organisasi Pendidikan
Peran orang tua dinilai sangat penting dalam memberikan pengetahuan dan wawasan tentang pergaulan agar anak tidak terjerumus dalam hal-hal negatif yang berujung pada pernikahan dini. “Semua pihak, terutama orang tua, harus berperan aktif,” tegasnya.
Salah satu penyebab utama pengajuan dispensasi nikah adalah kehamilan di luar nikah atau married by accident (MBA). Remaja yang terlanjur menjalin hubungan asmara sering kali kebablasan hingga menyebabkan kehamilan.
Demi menjaga nama baik dan masa depan anak yang dikandung, orang tua pun mengajukan dispensasi nikah. “Demi masa depan anak yang dikandung, orang tua merasa perlu untuk segera menikahkan mereka,” tambah Edi.
Baca juga : Petugas Damkar Kediri Bersihkan Lumpur Pascabanjir di Desa Tiron
Edi menjelaskan, hakim memiliki wewenang untuk menolak atau menyetujui dispensasi nikah. Salah satu alasan menyetujui adalah untuk meminimalisasi dampak sosial dan pandangan negatif masyarakat terhadap pasangan yang sudah hamil. Setelah dispensasi disetujui, surat dari pengadilan akan dijadikan dasar bagi Kantor Urusan Agama (KUA) untuk melangsungkan pernikahan secara resmi.
Menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019, batas usia minimal pernikahan adalah 19 tahun untuk laki-laki maupun perempuan. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan aturan ini sering kali diabaikan, terutama ketika pasangan terjebak dalam kehamilan di luar nikah.
Pengadilan agama akhirnya menjadi solusi formal untuk memberikan legalitas bagi pasangan yang belum cukup umur.
Fenomena tingginya permohonan dispensasi nikah di Blitar menjadi cerminan tantangan sosial yang perlu ditangani dengan pendekatan komprehensif. Pendidikan seks dan pengawasan orang tua menjadi kunci untuk menekan angka pernikahan dini. Selain itu, sosialisasi tentang kesiapan mental dan fisik sebelum menikah perlu terus digalakkan guna melindungi masa depan generasi muda.***
Reporter: Aziz Wahyudi
Editor : Hadiyin