Nganjuk, LINGKARWILIS.COM – Seorang santri Pondok Pesantren (Ponpes) Fathul Mubtadi’in di Desa Tanjungtani, Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk, menjadi korban penganiayaan yang dilakukan oleh teman sekamarnya. Pelaku, yang hingga kini belum ditemukan, diduga melarikan diri dan tengah diburu oleh pihak kepolisian.
Kasat Reskrim Polres Nganjuk, AKP Julkifli Sinaga, mengungkapkan bahwa korban, Muhammad Kafabihi Maulana (12), mengalami pendarahan otak serius dan harus menjalani perawatan intensif di RS Muhammadiyah Ahmad Dahlan Kota Kediri.
“Hasil penyelidikan sementara menunjukkan bahwa pelaku adalah teman sekamar korban yang diduga melakukan kekerasan fisik hingga korban mengalami kondisi kritis,” kata AKP Julkifli, Rabu (11/12/2024).
Baca juga : Warga Kediri Minta Dilibatkan sebagai Pekerja di Proyek Strategis Nasional
Peristiwa ini terjadi pada Kamis, 14 November 2024, sekitar pukul 18.30 WIB. Awalnya, korban sempat dibawa ke rumah kerabatnya karena mengeluh pusing. Pemeriksaan awal mendiagnosa korban menderita tipes, tetapi kondisinya memburuk hingga akhirnya ia mengaku kepada keluarga bahwa ia menjadi korban kekerasan oleh rekannya, AF, yang kini masih dalam penyelidikan.
Korban, yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, dilaporkan mengalami pendarahan otak sebanyak 26 cc sehingga memerlukan operasi kepala. Selain itu, bagian tubuh kirinya dilaporkan terasa lumpuh.
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Nganjuk telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk keluarga korban, teman sekamar, dan pihak pondok pesantren. Barang bukti berupa hasil diagnosa medis korban juga telah disita untuk mendukung proses hukum.
Baca juga : Tiga Bulan, Kejari Kota Kediri Musnahkan Barang Bukti dari 37 Kasus
Kapolres Nganjuk, AKBP Siswantoro, meminta pelaku untuk segera menyerahkan diri. “Kami berharap keluarga pelaku turut berperan dalam menyelesaikan kasus ini dengan menyerahkan pelaku. Kami akan mengambil tindakan tegas sesuai hukum, namun tetap mengedepankan pendekatan manusiawi,” ujar AKBP Siswantoro.
Kasus ini menjadi sorotan dan mengingatkan pentingnya pengawasan lebih ketat di lingkungan pondok pesantren demi mencegah terulangnya insiden serupa.***
Reporter : Inna Dewi Fatimah
Editor : Hadiyin