Bupati Cirebon Bakal Bawa Anak Terinndikasi LGBT ke Barak Militer, Netizen: Malah Tambah Trauma!

Bupati Cirebon Bakal Bawa Anak Terinndikasi LGBT ke Barak Militer, Netizen: Malah Tambah Trauma!
Bupati Cianjur dukung program Dedi Mulyadi bawa anak nakal ke barak militer (Instagram/wahyuramziofficial)

LINGKARWILIS.COM – Program bawa siswa nakal ke barak militer menuai pro dan kontra dari masyarakat termasuk pemangku jabatan hingga para ahli.

Salah satunya Muhammad Wahyu, Bupati Cirebon yang mendukung program Dedi Mulyadi untuk membawa anak nakal ke barak militer.

Wahyu merasa program yang diusulkan Dedi Mulyadi sangat baik untuk perkembangan anak an tertarik menerapkannya di Cirebon.

Dia juga telah membuat persetujuan dengan Kodim 0608 dan Raider 300 Cianjur soal pelatihan siswa nakal ke barak militer.

Bukan hanya siswa nakal dengan masalah tawuran, bermain game saja, Wahyu juga akan merencanakan mendaftarkan anak terindikasi LGBT untuk dibawa ke barak militer.

Sosok Gadis Korban Gusur Bantaran Sungai yang Protes Wisuda Dihapus, Ternyata Artis Iklan Pinjol

Niat Bupati Cirebon yang ingin membawa anak terindikasi LGBT ke pelatihan militer ternyata tidak diterima positif oleh sebagian masyarakat.

Salah satu warga X dengan nama akun amoriondnat tidak setuju dengan keputusan bupati muda itu dengan mengikutkan anak terindikasi LGBT ke pelatihan militer.

Menurutnya hal tersebut malah akan menambahkan trauma pada anak “Udah mulai jadi conversion therapy, memang Indonesia tuh selalu ketinggalan ya. Negara maju udah pada ninggalin conversion therapy karena ga ada gunanya & malah nambah trauma,disini malah mau diterapin, gajelas memang.” Tulisnya.

Melansir laman Hello Sehat, terapi konversi atau conversion therapy adalah praktik kontroversial yang bertujuan mengubah orientasi seksual individu gay dan lesbian agar menjadi heteroseksual.

Prosedur ini juga dikenal sebagai reparative therapy, kerap pula diterapkan pada individu dengan identitas gender yang tidak sesuai jenis kelamin biologisnya.

Namun, sejumlah penelitian dan laporan menunjukkan bahwa terapi semacam ini tidak hanya tidak efektif, tetapi juga berisiko menimbulkan dampak psikologis yang serius.

Pakar menegaskan bahwa orientasi seksual bukanlah sesuatu yang dapat “disembuhkan” dan memaksakan perubahan melalui terapi konversi justru dapat memperburuk kondisi mental orang yang mengalaminya.

Dalam studi bertajuk “Changing Sexual Orientation: A Consumer Report”, peneliti Ariel Shidlo dan Michael Shroeder mengungkap berbagai dampak serius yang ditimbulkan oleh praktik terapi konversi terhadap individu LGBTQ+.

Secara psikologis, mayoritas responden mengaku mengalami depresi setelah menjalani terapi. Mereka merasa bersalah karena gagal “berubah” menjadi heteroseksual, bahkan hingga muncul keinginan untuk mengakhiri hidup.

Banyak juga yang mengalami krisis identitas dan menumbuhkan pandangan negatif terhadap orientasi seksual mereka sendiri.

Dari sisi sosial dan relasi interpersonal, terapi ini kerap merusak hubungan dengan keluarga. Sebagian responden melaporkan hubungan dengan orangtua menjadi renggang, merasa dikucilkan dari lingkungan sekitar, dan kehilangan dukungan sosial, bahkan dari terapis yang seharusnya menjadi tempat berkeluh kesah.

Tak jarang mereka juga dianjurkan untuk memutuskan hubungan dengan pasangan atau sahabat.
Secara spiritual, efeknya tak kalah menghancurkan. Terutama bagi responden yang religius, terapi ini justru menggoyahkan keimanan mereka.

Beberapa kehilangan kepercayaan pada Tuhan dan agama, sementara yang lain merasa dikhianati oleh pemuka agama yang sebelumnya mereka hormati.

Editor: Shadinta Aulia Sanjaya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *